Rabu, 27 Oktober 2010

ALI MUHTAR GHOZALI: Jangan Pernah Salahkan Alam Atas Musibah dan Bencana Melanda

ALI MUHTAR GHOZALI: Jangan Pernah Salahkan Alam Atas Musibah dan Bencana Melanda

Misteri Waktu


Dalam Surat Al Ashr Allah menyatakan:
    ”Demi masa! Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan beramal shaleh dan nasehat-menasehati supaya menetapi kesabaran.”

Sebelum Allah menyatakan bahwa manusia itu sungguh berada dalam kerugian…(dan seterusnya), lebih dahulu Allah bersumpah dengan (Wal Ashr) “Demi masa!” yaitu kesempatan yang tersedia untuk menggapai keberuntungan bagi orang-orang mukminin, dan kesempatan yang disia-siakan oleh orang-orang yang lalai.

Waktu adalah nafas yang takkan pernah bisa kembali. Bagi orang beriman, waktu tak pernah dibiarkan lewat percuma, tak kan ada sisa waktu kecuali untuk ibadah, sebab kita akan dimintai pertanggung jawaban untuk setiap waktu yang telah dilaluinya nanti dihari Perhitungan.

Semoga kita tidak termasuk kelompok orang-orang yang tertipu atas nikmatnya waktu yang lengah terhadap persiapan bekal untuk kehidupan abadi.
Untuk memahami waktu secara baik dan untuk dipergunakan sesuai dengan makna waktu bagi kehidupan manusia, perlu kita mengetahui “cirri-ciri waktu.”
    1. Waktu mempunyai sifat-sifat berlalu, tak ubahnya seperti awan yang dibawa angin dalam kesenangan dan kebahagiaan, atau masa sedih dan sengsara.
    Jika dalam senang dan bahagia, waktu berlalu lebih capat dan pada masa sulit dan sedih, berjalan pelan serta berat. Yang demikian sebenarnya karena perasaan orang yang mengalami saja, bukan karena waktu. Meskipun usia manusia panjang di dunia ini, tetapi sebenarnya pendek dan sebentar saja terasa, sehingga pada saat kematian datang menjemput perbekalan kurang dipersiapkan.
    2. Waktu yang telah berlalu tidak akan kembali dan tidak dapat diganti. Al Hasan berkata: ”Bilamana satu hari membelah fajarnya, maka akan bersemi: Wahai anak Adam! Aku makhluk baru dan menjadi saksi atas amal perbuatan kalian, maka bekalilah diri kalian dariku. Sebab bila aku pergi tak akan kembali lagi hingga hari kiamat nanti.”
    3. Waktu adalah sesuatu yang paling berharga bagi manusia. Putaran waktu menjadi tempat penyimpanan bagi setiap amal dan perbuatan. Jadi, waktu adalah tabungan kekayaan yang hakiki bagi manusia.
    4. Dalam waktu, jejak langkah perbuatan manusia direkam, tidak ada amal baik dan buruk terlewatkan. Kelak di akhirat, rekaman itu dihadapan Rabbul Alamin diputar ulang, dan baik buruk amal ditimbang.
    5. Pada hakikatnya waktu bagi manusia adalah usianya. Waktu adalah inti hidupnya yang abadi, bahagia atau sengsara. Jika waktu dimanfaatkan untuk Allah dalam beribadah, maka itulah nilai mahal umurnya. Tetapi bila tidak ada, niainya seperti umur binatang. Jika waktunya untuk maksiat dan kelengahan, maka usianya yang paling baik adalah tidur. Orang yang demikian mati lebih baik daripada hidup menambah dosa.
    6. Di setiap waktu, hendaknya setiap muslim menghitung diri (muhasabah), merenung dan merenung lagi tentang dosa-dosanya lalu bertaubat.
    Allah berfirman:
      ”Dan apakah Kami tidak memanjangkan umurmu dalam dosa yang cukup untuk berfikir bagi orang yang mau berfikir dan apakah tidak datang kepada kamu pemberi peringatan?”

Jangan Pernah Salahkan Alam Atas Musibah dan Bencana Melanda


Selang tiga hari dari musibah banjir bandang di Wasior, terdengar berita kepulauan Mentawai di guncang gempa bumi 7.2 SR. Satu hari berselang, kemarin Gunung Merapi memuntahkan lahar dan awan panasnya. Tak sedikit korban harta dan jiwa melayang. Belum lagi banjir yang melanda Jakarta dan sekitarnya.

Sungguh sangat disayangkan, komentar para petinggi negeri ini yang menyalahkan alam atas musibah yang melanda negeri ini. Pada banjir Jakarta misalnya, “Kalok gak karena hujan maka gak banjir. Ini semua karena cuaca ekstrim…”.

Jangan salahkan alam atas bencana dan musibah yang melanda. Menyalahkan alam sama saja dengan menyalahkan Dzat Yang Maha Mengatur Alam ini, menyalahkan Tuhan; Allah azza wa jalla.

Allah ta’ala telah berfirman, artinya:
    "Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu)." (QS. As-Syura: 30)


Rasulullah SAW bersabda, "Hai orang-orang Muhajirin, lima perkara; jika kamu ditimpa lima perkara ini, aku mohon perlindungan kepada Allah agar kamu tidak mendapatinya.


    1. Perbuatan keji (seperti: bakhil, zina, minum khamr, judi, merampok dan lainnya) tidaklah dilakukan pada suatu masyarakat dengan terang-terangan, kecuali akan tersebar wabah penyakit tha'un dan penyakit-penyakit lainnya yang tidak ada pada orang-orang dahulu yang telah lewat.
    2. Orang-orang tidak mengurangi takaran dan timbangan, kecuali mereka akan disiksa dengan paceklik, kehidupan susah, dan kezhaliman pemerintah.
    3. Orang-orang tidak menahan zakat hartanya, kecuali hujan dari langit akan ditahan dari mereka. Seandainya bukan karena hewan-hewan, manusia tidak akan diberi hujan.
    4. Orang-orang tidak membatalkan perjanjian Allah dan perjanjian Rasul-Nya, kecuali Allah akan menjadikan musuh dari selain mereka (orang-orang kafir) menguasai mereka dan merampas sebagian yang ada ditangan mereka.
    5. Dan selama pemimpin-pemimpin (negara, masyarakat) tidak menghukumi dengan Kitab Allah, dan memilih-milih sebagian apa yang Allah turunkan, kecuali Allah menjadikan permusuhan diantara mereka(HR. Ibnu Majah no.4019, dari Ibnu Umar)



Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman,

    "Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. Dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebahagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu. Jika mereka berpaling (dari hukum yang telah diturunkan Allah), maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah berkehendak menimpakan musibah kepada mereka disebabkan sebagian dosa-dosa mereka. Dan sesungguhnya kebanyakan dari manusia adalah orang-orang yang fasik." (QS. Al-Mai'dah: 49)



Wahai ma'asysyiral muslimin,

TAKUTLAH KEPADA ALLAH....

Jangan sampai Allah murka hingga Ia menghukum kamu

    "Dan jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, maka Kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu (supaya mentaati Allah) tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu, maka sudah sepantasnya berlaku terhadapnya perkataan (ketentuan Kami), kemudian Kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya." (QS. Al-Isra': 16)


TAKUTLAH KEPADA ALLAH....

Karena keZHALIMAN dan keMAKSIATan lah Dia menghukum Kaum Luth, Kaum Nuh, Kaum 'Aad dan Tsamuth

TAKUTLAH KEPADA ALLAH....

Karena keSOMBONGan dan KERUSAKAN yang dibuatnya Dia menghukum Fir'aun, Qarun, Thalut, Abrahah, Abu Lahab, Abu Jahl dan pengikut-pengikut mereka.

Kebanyakan orang memandang pelbagai macam musibah yang menimpa manusia hanya dengan logika berpikir yang bersifat rasional, terlepas dari tuntutan Wahyu Ilahi. Sehingga solusi yang diberikan tidak mengarah pada penghilangan sebab-sebab utama yang bersifat transendental, yaitu kemaksiatan umat manusia kepada Allah . Sang Pencipta Jagat Raya, yang di tangan-Nyalah seluruh kebaikan dan hanya kepada-Nyalah dikembalikan segala urusan.

Kaum-kaum terdahulu Allah hancurkan dan luluh-lantakkan disebabkan oleh satu dua jenis kemungkaran yang dikepalai oleh dosa kesyirikan.

Sekarang, bagaimana dengan kita? Apa yang kita saksikan dan alami sekarang ini di tempat kita, di lingkungan kita, di kota kita, dan bahkan di seantero negeri kita?

Kesyirikan yang merupakan biang malapetaka dunia dan akhirat kini seolah telah menjadi kebutuhan. Berapa banyak kita dapati media massa yang menjajakan kesyirikan, ulama-ulama sesat menyeru umat kepada perbuatan syirik dengan dibungkus sedemikian rupa untuk menyesatkan umat. Demikian pula dengan bid'ah dan maksiat, terjadi di mana-mana.

Muncul pertanyaan, "Mengapa harus daerah ini, atau kota ini, atau negara ini yang ditimpa musibah, padahal masih banyak daerah-daerah lain yang lebih pantas untuk diadzab oleh Allah? Bukankah di sana ada orang-orang shaleh dan anak-anak kecil yang tidak berdosa?”

Jawabannya:

Allah Shubhaanahu Wa Ta'ala telah mengingatkan bahwa adzab-Nya tidak khusus menimpa orang-orang zhalim di antara kita.

Allah Shubhaanahu Wa Ta'ala berfirman, artinya:

    "Dan peliharalah dirimu dari siksa yang tidak khusus menimpa orang-orang zhalim saja di antara kamu. Dan ketahuilah bahwa Allah amat keras siksa-Nya." (QS. Al Anfâl: 25).


Ummu Salamah—radhiyallahu 'anha—menceritakan bahwa Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Salllam bersabda,
    "Jika timbul maksiat pada umatku, maka Allah akan menyebarkan adzab kepada mereka. Aku (Ummu Salamah) berkata, "Wahai Rasulullah! Apakah tidak ada waktu itu orang-orang shaleh?" Beliau menjawab, "Ada." Aku bertanya lagi, "Apa yang Allah akan perbuat kepada mereka?" Beliau menjawab, "Allah akan menimpakan kepada mereka adzab sebagaimana ditimpakan kepada orang-orang yang melakukan maksiat, kemudian mereka akan mendapatkan ampunan dan keridhaan dari Rabb-nya." (HR. Ahmad, Al Haitsami mengatakan bahwa semua perawi hadits ini terpercaya)


Musibah dan bencana-bencana alam yang terjadi juga merupakan tanda-tanda dekatnya Hari Kiamat. Beberapa musibah (bencana alam) yang terjadi adalah peringatan akan dekatnya Hari Pembalasan itu.


    [1]. Seringnya Terjadi Gempa Bumi
    Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan bahwa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Kiamat tidak akan terjadi sampai pengetahuan dicabut, gempa bumi sering terjadi, waktu semakin mendekat, kesengsaraan meluas, haraj merajalela, dan melimpahnya harta diantara kamu” (HR. Bukhari) Gempa Bumi yang terjadi karena tumbukan dan pergerakan lempeng-lempeng bumi juga dapat mengakibatkan terjadinya letusan gunung berapi. Mengaktifkan kembali gunung-gunung berapi yang telah lama tertidur. Allah azza wa jalla menciptakan gunung sebagai pasak, agar bumi tidak bergoncang. “Dan Dia menancapkan gunung-gunung di bumi supaya bumi itu tidak goncang bersama kamu, (dan Dia menciptakan) sungai-sungai dan jalan-jalan agar kamu mendapat petunjuk, (QS. AN-Nahl:15). "dan Kami jadikan padanya gunung-gunung yang tinggi, dan Kami beri minum kamu dengan air tawar "(QS. Al-Mursalaat: 27) "dan gunung-gunung sebagai pasak?" (QS. AN-Naba’ : 7) "Dan gunung-gunung dipancangkan-Nya dengan teguh," (QS. An-Naazi’aat: 32) Dan gunung itu selalu bergerak seiring pergeseran dan pergerakan lempeng bumi yang mengakibatkan gunung-gunung meletus. “Dan kamu lihat gunung-gunung itu, kamu sangka dia tetap di tempatnya, padahal ia berjalan sebagai jalannya awan.(Begitulah) perbuatan Allah yang membuat dengan kokoh tiap-tiap sesuatu; sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”. (QS. An-Naml: 88) Maka apabila bumi telah diguncangkan, maka pasak-pasak bumi (gunung-gunung) itu seperti hendak tercabut. Allah menggambarkan sebuah peristiwa dahsyat ketika hari Kiamat dalam firman-Nya: "Dan gunung-gunung menjadi seperti bulu (yang berterbangan)," (QS. Al-Ma’aarij: 9) "Pada hari bumi dan gunung-gunung bergoncangan, dan menjadilah gunung-gunung itu tumpukan pasir yang beterbangan." (QS. Al-Muzammil: 14) "dan apabila gunung-gunung telah dihancurkan menjadi debu," (QS. Al-Mursalaat: 10) "dan gunung-gunung adalah seperti bulu yang dihambur-hamburkan". (QS. Al-Qari’aah: 5) [2]. Hujan yang Melimpah
    Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan bahwa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Kiamat tidak akan tiba hingga langit akan menurunkan hujan, yang dari hujan tersebut tidak ada rumah dari tanah kering yang terlindungi. Dan darinya tidak ada satupun rumah yang terlindungi kecuali rumah yang terbuat dari bulu” (HR. Ahmad, dintakan shahih oleh Ahmad Shakir dalam al-Musnad) Hujan terjadi akibat uap air yang berkumpul dilangit menjadi awan. Lalu mengkristal dan turunlah air ke bumi yang disebut hujan. Perubahan iklim saat ini secara ilmiah dapat dijelaskan karena disebabkan oleh Pemanasan Global. Pemanasan suhu di bumi yang menyebabkan mencairnya es-es di kutub, tingginya curah hujan dan naiknya permukaan air laut. Hujan lebat, awan tebal biasanya akan disertai kilat dan petir. Tidak jarang juga diikuti oleh badai (angin topan, tornado, puting beliung). Jadi, semakin besar curah hujan maka akan semakin besar kemungkinan terjadinya badai (angin topan). Hujan lebat, ditambah lagi kerusakan-kerusakan alam yang disebabkan ulah tangan-tangan manusia akan seringkali menyebabkan banjir yang memakan korban harta dan jiwa manusia. Tak jarang, hujan lebat juga akan mengakibatkan tanah longsor. Ingatlah, hujan lebat, badai, guruh, petir adalah bentuk dari peringatan Allah kepada manusia. “Dan (dia berkata):"Hai kaumku, mohonlah ampun kepada Tuhanmu lalu tobatlah kepada-Nya, niscaya Dia menurunkan hujan yang sangat deras atasmu, dan Dia akan menambahkan kekuatan kepada kekuatanmu, dan janganlah kamu berpaling dengan berbuat dosa". (QS. Hud : 52) “Atau seperti (orang-orang yang ditimpa) hujan lebat dari langit disertai gelap gulita, guruh dan kilat; mereka menyumbat telinganya dengan anak jarinya, karena (mendengar suara) petir, sebab takut akan mati. Dan Allah meliputi orang-orang yang kafir”. (QS. Al-Baqarah: 19) "Tidakkah kamu melihat bahwa Allah mengarak awan, kemudian mengumpulkan antara (bagian-bagian)nya, kemudian menjadikannya bertindih-tindih, maka kelihatan olehmu hujan keluar dari celah-celahnya dan Allah (juga) menurunkan (butiran-butiran) es dari langit, (yaitu) dari (gumpalan-gumpalan awan seperti) gunung-gunung, maka ditimpakan-Nya (butiran-butiran) es itu kepada siapa yang dikehendaki-Nya dan dipalingkan-Nya dari siapa yang dikehendaki-Nya.Kilauan kilat awan itu hampir-hampir menghilangkan penglihatan." (QS. An-Nuur : 43) "Dan sesungguhnya setiap kali aku menyeru mereka (kepada iman) agar Engkau mangampuni mereka, mereka memasukkan anak jari mereka ke dalam telinganya dan menutupkan bajunya (ke mukanya) dan mereka tetap (mengingkari) dan menyombongkan diri dengan sangat". (QS. Nuh: 7) Sungguh, hujan lebat adalah bentuk teguran Allah kepada manusia seperti halnya Dia menegur dan menghukum kaum Nabi Nuh alaihissalam. “Kemudian sesungguhnya aku telah menyeru mereka (kepada iman) dengan cara terang-terangan, Kemudian sesungguhnya aku (menyeru) mereka (lagi) dengan terang-terangan dan dengan diam-diam, maka aku katakan kepada mereka:"Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun". niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai." (QS. Nuh: 8-12)  [3]. Tanah Longsor (Di Tenggelamkan oleh Bumi)
    Dari ‘Aisyah radhiallahu anha dari Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Akan datang diakhir umatku bencana ditenggelamkan ke bumi, dirubahnya rupa dan tubuh, dan tuduhan keliru”. Lalu beliau (‘Aisyah) berkata, “Ya Rasulullah, apakah kami akan dilenyapkan padahal ada orang shalih dikalangan kami ?”. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Ya, apabila nampak kekejian”. (HR. Tirmidzi (4/479)). Penegasan terhadap adzab berupa tanah longsor – dalam hadist disebutkan sebagai bencana ditenggelamkan ke bumi – terdapat pada hadist berikut: Dari Imran bin Hushain radhiallahu anhu bahwa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Dalam umat ini ada azab dengan ditenggelamkan kedalam bumi, perubahan rupa, dan tuduhan keliru”. Berkatalah salah seorang dari kaum muslimin, “Ya Rasulullah, kapan itu terjadi?”. Beliau menjawab, “Apabila muncul alat musik, bertambah penyanyi perempuan, dan diminumnya khamr “. (HR. Tirmidzi (4/495)). Demikianlah, bencana-bencana alam dan musibah-musibah yang sering terjadi saat ini saling berkaitan dan merupakan peringatan dari Allah agar kita segera bertaubat dan merupakan pertanda bahwa hari Kiamat memang sudah menjelang. Dan janganlah kamu berputus asa atas musibah yang menimpa kamu, karena Allah benci pada orang-orang yang berputus asa. "Dan apabila Kami rasakan sesuatu rahmat kepada manusia, niscaya mereka gembira dengan rahmat itu. Dan apabila mereka ditimpa sesuatu musibah (bahaya) disebabkan kesalahan yang dikerjakan oleh tangan mereka sendiri, tiba-tiba mereka berputus asa." (QS. ar-Rum: 36) Bersabarlah atas musibah yang menimpa, karena Allah sedang menguji kamu. "Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. (Yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa mushibah, mereka mengucapkan:" Innaalillaahi wa innaa ilaihi raajiuun "." (QS. al-Baqarah: 155-156) "Agar kamu akan mendapat rahmat dan petunjuk (hidayah) dari Tuhanmu. "Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhannya, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk." (QS. al-Baqarah: 157)



Maka sepatutnyalah kita berTAUBAT dan mohon perlindungan dari Allah Subhanahu wa ta’ala agar setidaknya diri kita dan keluarga terhindar dari perkara-perkara itu dan terhindar dari musibah (hukuman, azab) dari Allah.

Wallahualam bisshawwab.

Selasa, 19 Oktober 2010

Agar waktu tak terbuang sia-sia

Waktu dua puluh empat jam sehari, terasa kurang karena banyaknya pekerjaan. Akibatnya tak jarang kita mengkambing hitamkan waktu. Padahal menyalahkan waktu termasuk sikap mencela masa (sabbud dahr) yang di benci Allah.
Rasulullah SAW pun pernah berpesan:
    ”Janganlah kalian menyalahkan waktu.”

Persoalan waktu sebenarnya bukan terletak pada jumlah yang tersedia, melainkan kualitasnya. Kualitas ini dapat di hasilkan lewat manajemen waktu yang menghasilkan disiplin dalam pemanfaatan waktu. Bukankah setiap waktu-waktu yang kita lewati dalam kehidupan ini akan dimintai pertanggung jawaban di hadapan Allah kelak? Bila kesadaran ini muncul, maka berbagai alasan dan keluhan yang mencerminkan sikap lari dari tanggung jawab tidak akan ada, atau minimal berkurang.

Berbagai alasan mengenai waktu habis tersita untuk bekerja, karir, kegiatan sosial, ekonomi, hingga tidak sempat mengurus serta memperhatikan anak, istri atau suami. Tidak sempat (mujahadah) yaumiyah, usbuiyah, syahriyah dan seterusnya, bahkan tidak sempat (maaf) shalat (naudzubillah), merupakan bukti kurang baiknya manajemen waktu.

Pengelolaan waktu yang baik haruslah dimulai dengan mengendalikan langkah harian. Manajemen waktu harian ini bisa berbentuk  rencana harian. Setiap pagi saat bangun dari tidur, rencana harian kita sudah harus memenuhi kilasan waktu 24 jam. Rasulullah SAW bersabda:
    ”Wahai anak Adam! Aku adalah hari yang baru dan aku datang untuk menyaksikan semua amal kamu, oleh sebab itu manfaatkanlah aku sebaik-baiknya karena aku tidak kembali lagi hingga Hari Pengadilan.”

Ada beberapa hal yang dapat kita jadikan panduan dalam manajemen waktu, yaitu: biasakan membuat skala prioritas, selalu berusaha lebih keras, jangan menunda-nunda pekerjaan, jangan memikirkan pekerjaan yang menumpuk, tetapi mulailah mengerjakanya satu persatu, dan jangan bilang ‘SAYA TIDAK PUNYA WAKTU’ untuk suatu hal yang baik.

Islam mengajarkan beberapa petunjuk dalam manajemen waktu agar seseorang tidak merugi:
·         Pertama, selalu menggunakan waktu secara positif. Bila sikap mubadzir terhadap harta sangat tercela, maka, adakah harta yang lebih berharga dari kehidupan atau waktu?
    ”Beruntunglah orang-orang mukmin, yaitu mereka yang menjauhkan diri dari perbuatan dan perkataan sia-sia.” (QS. Al Mu’minun: 3)

·         Kedua, menyadari hakekat dan nilai waktu agar tidak mudah menyia-nyiakanya dan selalu produktif mengisi kekosongan waktu (QS. Al Insyirah: 7-8). Nabi SAW juga bersabda:
    ”Jagalah lima perkara sebelum datang lima perkara:
    1. Masa hidupmu sebelum datang kematianmu.
    2. Masa sehatmu sebelum datang masa sakitmu.
    3. Waktu luangmu sebelum masa sempitmu.
    4. Masa mudamu sebelum datang masa tuamu.
    5. Masa kayamu sebelum datang masa miskinmu.” (HR. Hakim dan Baihaqi dalam bab Iman, dan Ahmad dalam bab Zuhud dari Ibnu Abbas RA.)
Begitupun hadits yang mengatakan:
    ”Barangsiapa yang hari ini seperti hari kemarin, ia adalah orang yang merugi dan barangsiapa yang hari ini lebih buruk dari hari kemarin ia adalah orang yang tercela.”

·         Ketiga, berlomba-lomba dalam meningkatkan efektivitas dan optimalisasi waktu. Rasa cinta, takut dan harapan kepada Allah membantu kita untuk memperbanyak amal. Nabi SAW sendiri setiap pagi dan sore selalu memanjatkan doa:
    ”Yaa Allah, aku berlindung kepada-Mu dari kepedihan dan kesedihan, aku berlindung kepada-Mu dari kelemahan dan kemalasan.”

Sikap malas adalah cirri khas orang munafik terutama dalam mengerjakan shalat (QS. An Nisa: 142, At Taubah: 54). Sementara semangat berkompetisi dengan waktu merupakan cirri orang yang beruntung di dunia dan bahagia di akhirat: (Al Maidah: 48, Al Imran: 133, Al Hadid: 21, Al Muthaffifin: 26, Al Anbiya’: 90, Ali Imran: 114)

·         Keempat, belajar dari pengalaman masa lalu sambil menata  masa depan. Untuk itu, perlu ditumbuhkan kemauan keras dan cita-cita luhur. Firman Allah SWT:
    ”Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok.” (QS. Al Hasyr: 18)

·         Kelima, mengelola waktu secara baik; dengan memperhatikan ketepatan penggunaan waktu sesuai situasi dan kondisi secara proposional. Nabi SAW bersabda:
    ”Orang yang pintar selalu memiliki empat porsi waktu:
    pertama, waktu untuk bermunajat kepada Rabbnya (perawatan rohani),
    kedua, waktu untuk mengintropeksi dan evaluasi diri (pengembangan diri),
    ketiga, waktu untuk memikirkan ciptaan Allah (pengembangan daya fikir dan sosialisasi lingkungan), dan yang
    keempat, waktu untuk merawat jasmani.

Kesadaran pengendalian waktu sangat penting mengingat waktu sangat cepat berlalu (QS. An Nazi’at: 46, Yunus: 45, As Sajadah: 12) dan tidak dapat kembali lagi. Imam Ibnu Qayyim Al Jauziyah dalam Kitab Shoidul Khoir hal. 20 berkata:
    ”Tatkala seorang menyadari betapa berharga dan pentingnya waktu, maka ia tidak akan menyia-nyiakan sesaatpun tanpa aktivitas yang aham dan anfa, tetap energik dan bersemangat melakukan kebaikan tanpa kenal lelah demi efesiensi waktu.”

Maka bagi kita, kapan saja dimana saja, jangan pernah mengabaikan waktu luang. Manfaatkanlah sebaik mungkin. Bila seluruh hidup ini kesempatan, maka sepanjang itu pula kita harus pandai-pandai memanfaatkan. Karena suatu kesempatan, belum tentu akan terulang lagi dalam waktu dekat, dalam situasi dan kondisi yang lebih baik, atau bahkan mungkin tidak aka nada kesempatan lagi. Hentikan kebiasaan menunda, hari ini juga. Segeralah membuat komitmen untuk mulai melaksanakan tugas dan pekerjaan yang telah dan sedang di tunda.

Hanya orang berakal dan mau berfikir, merenung dan menghayati, yang bisa merasakan, bahwa waktu-waktu dalam hidup ini harus memberi kesempatan untuk lahirnya sosok muslim yang berkualitas. Setiap kali kita melewati sepotong waktu, serentang masa, kita harus mengerti, bahwa itu adalah kesempatan yang sangat berharga. Itu adalah momentum yang bisa mengantarkan kita ke hamparan bahagia, atau himpitan sengsara. Semua terserah bagaimana kita menjalaninya. Setiap kali waktu datang, ia meminta haknya, saat itu juga. Sebab waktu tak bisa diputar ulang. Allahu a’lam





Al Waktu; antara uang dan pedang

Betapa berharganya waktu. Saking sulitnya mengungkapkan mahalnya nilai sebuah waktu, setiap orang berbeda-beda dalam mengistilahkan. Di barat, kaum materialis mengatakan, “time is money. Waktu adalah uang”. Adalagi yang menyebutkan, “Waktu adalah permata.” “Waktu adalah ilmu.” “Waktu adalah ibadah”. Bahkan mungkin juga diantara anda ada yang mengeluarkan istilah baru, “Waktu adalah berjuang.” “Waktu adalah riyadhah.” “Waktu adalah ibadah.” “waktu adalah mujahadah.” Dan seterusnya. Tergantung mewakili “kelompok” mana seseorang bicara tentang waktu dan apa kepentinganya.

Yang jelas, waktu adalah peluang, kesempatan, momentum. Yang apabila telah lewat ia tidak akan kembali lagi. Disinilah sesungguhnya letak nilai sebuah waktu. Ia datang hanya sekali. Dan tidak akan berulang  dua kali.
Betapa mahalnya waktu. Betapa berharganya sebuah kesempatan. Ia merupakan satu-satunya sumber daya yang bila hilang tak bisa diganti. Bagi kita, waktu yang kita miliki sama dengan jatah usia yang sudah kita jalani dan akan kita lalui. Karenanya, siapa yang membuang-buang waktu, sama dengan menyia-nyiakan umurnya sendiri.

Islam sendiri begitu menaruh perhatian besar terhadap waktu. Hingga di dalam Al Qur’an banyak sekali ayat-ayat yang menunjukkan “sumpah” Allah dengan mengatasnamakan waktu.
    Demi waktu shubuh, demi waktu dhuha, demi malam apabila telah menutupi, demi waktu siang apabila telah menerangi,
adalah contoh “sumpah” Allah atas nama waktu.

Didalam surat Al Ashr yang berarti “masa”, Allah telah “bersumpah”:
    ”Demi masa. Sesungguhnya manusia akan merugi. Kecuali orang-orang yang beriman (billah) dan beramal shaleh (lillah), serta saling menasehati supaya menetapi kebenaran dan kesabaran. (QS. Al ‘Ashr: 1-3).
Demikian juga, Rasulullah SAW tidak bosan-bosanya mengingatkan umatnya soal pemanfaatan waktu. Beliau bersabda:
    ”Ada dua nikmat yang seringkali dilalaikan oleh kebanyakan manusia. Yaitu nikmat sehat dan waktu luang.” (HR. Turmudzi dalam Kitab Zuhud 4, hal. 50)
Dalam haditsnya yang lain beliau bersabda:
    ”Jagalah lima perkara sebelum datang lima perkara:
    ·         1. Masa hidupmu sebelum datang kematianmu.
    ·         2. Masa sehatmu sebelum datang masa sakitmu.
    ·         3. Waktu luangmu sebelum masa sempitmu.
    ·         4. Masa mudamu senbelum datang masa tuamu.
    ·         5. Masa kayamu sebelum datang masa miskinmu.” (HR. Hakim dan Baihaqi dalam bab Iman, dan Ahmad dalam bab Zuhud dari Ibnu Abbas RA.)
Waktu adalah umur, lahan, kendaraan dan modal manusia sebagai nikmat dan anugerah Allah yang wajib disyukuri. Wujud syukur itu adalah dengan mengisi waktu dengan amal shaleh dan berlomba-lomba dalam kebaikan, untuk dunia dan akhirat (QS. Ibrahim: 33-34, Al Furqan: 62, Al Lail, Al Fajr, dan Ad Dhuha, Al Ashr; 1-4, QS. Al Baqarah: 201, Al Qhasah: 77, Al Maidah; 48).

Setiap potong waktu adalah kesempatan. Setiap penggal masa adalah peluang. Masing-masing punya fungsi dan karakternya.hari senin ini bukan hari senin kemarin, meski namanya sama. Hari jum’at ini bukan jum’at kemarin, meski sama-sama jum’at. Bulan Ramadhan ini bukan Ramadhan kemarin, meski namanya sama. Bulan Syawal ini bukan bulan Syawal kemarin, meski sama-sama Syawal.
Potongan waktu-waktu itu tidak semata cukup difahami sebagai kumpulan menit atau jam, saat kita menyelesaikan pekerjaan, menyempatkan tidur, istirahat, berolah raga, beribadah, mujahadah, bercengkrama dengan keluarga, bepergian, mudik, atau melakukan kegiatan lainya. Tak cukup hanya itu. Sepotong waktu adalah momentum. Kesempatan. Semacam pelontar yang bisa melemparkan diri kita kepuncak kesuksesan, atau sebaliknya, menjungkalkan kita ke jurang kegagalan.

Memang bukan waktu itu sendiri yang punya daya lempar dan kekuatan lontar. Tapi cara kita menggunakanya sebagai peluang. Cara kita menggunakan sepenggal kesempatan itu dengan sebaik-baiknya. Masalahnya, kita tidak pernah tahu pada kesempatan yang mana kita akan sukses atau gagal. Maka pada setiap potongan waktu dan kesempatan kita seperti ‘berjudi’. Gagal atau sikseskah? Lancar atau tersendat?

Justru disinilah letak serius masalahnya. Seperti kematian yang sangat-sangat gelap tibanya, seperti itu pula arti kesempatan bagi perjalanan hidup kita. Kita tak pernah tahu, apakah sebuah keputusan pada sebuah kesempatan akan mengantarkan kita kepada kebaikan yang berkesinambungan, pada kesuksesan dan kejayaan. Kita tak pernah mengerti pada kesempatan yang mana dari keseluruhan hidup ini kita akan memulai kesuksesan. Atau sebaliknya, kita akan menuai kegagalan. Isyarat sukses dan gagal mungkin bisa di cerna pada aspek perencanaan hidup. Tapi tetap saja tak bisa dipastikan. Kesempatan hidup memberi kita arti penting sebuah momentum yang menyambungkan dengan kesempatan lain. Itu sebabnya setiap kesempatan  adalah peluang emas. Maka tak ada pilihan bagi kita kecuali memandang setiap kesempatan itu penting. Setiap momentum adalah emas. Setiap waktu adalah istimewa. Setiap kesempatan itu berharga. Kesempatan dalam hidup seperti sebuah batu loncatan. Tempat kita menghentak untuk melompat lalu mendapatkan daya dorong baru, kekuatan baru, dan menghasilkan karya baru.

Maka hendaklah seorang Memusatkan fikiran, hati dan jiwanya secara total kepada Allah untuk sungguh-sungguh mengisi setiap waktunya, bahkan setiap turun naiknya nafas agar bernilai beribadah di hadapan Allah SWT. Dalam AL Qur’an Surat Adz Dzariyat ayat 56 Allah SWT berfirman:
    ”Dan tidaklah Aku (Allah) menciptakan jin dan manusia melainkan agar senantiasa beribadah, mengabdikan diri kepada-Ku.” (QS. Adz Dzariyat: 56)
Dan surat yang lain Allah juga menegaskan:
    ”Maka apakah kamu mengira, bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara main-main (saja), dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami?” (QS. Al Mu’minun: 115)

Yang lebih penting dari itu semua, adalah memaknai seluruh rentang waktu dalam hidup ini sebagai kesempatan. Detik demi detiknya. Hari demi harinya. Orang-orang yang hanya bergantung pada waktu-waktu seremonial yang langka, akan menjadi sangat miskin kesempatan menjadi lebih baik. Bila hanya pada saat lulus sekolah untuk meningkatkan kualitas diri, alangkah miskinya kita dari kesempatan untuk menjadi lebih baik. Bila hanya ketika bulan Ramadhan kita berlomba-lomba berbuat baik, alangkah terbatasnya waktu yang kita miliki.

Setiap waktu punya catatan nilainya sendiri disisi AllahYang Maha Melihat. Karya pada sebuah momentum tidak saja dinilai dari karya itu sendiri, tapi juga dari sisi pemanfaatan kesempatan itu. Bahwa kita tidak menyia-nyiakan waktu. Maka disinilah kita memahami mengapa kelak setiap manusia akan ditanya tentang waktu yang dilaluinya; untuk apa dihabiskanya. Rasulullah SAW bersabda:
    ”Tidak akan melangkah kedua kaki seorang hamba pada hari kiamat hingga dimintai pertanggung jawaban tentang umurnya, untuk apa ia dihabiskan, dan tentang ilmunya diamalkan untuk apa ilmu tersebut, dan tentang hartanya, darimana ia dapatkan dan pada jalan apa ia keluarkan, serta tentang jasadnya untuk apa ia manfaatkan.” (HR. Turmudzi: Juz 4, hal. 612)

Bagi sebagian manusia, waktu ,menjadi bermakna ketika datang peluang. Jika kita mengenal waktu yang tepat ketika suatu peluang datang dan bertindak segera, masalah kehidupan akan terasa lebih sederhana. Tetapi bagi orang  lain, waktu hanyalah ukuran detik, menit, jam. Hari, minggu, bulan, tahun, dan seterusnya. Inilah konsep waktu yang paling dangkal. Konsep wkatu seperti ini memusnahkan inisiatif dan melemahkan dorongan kreatif untuk mengisi waktu.

Kita juga mengenal pribadi yang memahami makna kehidupan dengan mengisi watunya lewat hal-hal terbaik. Bagi mereka, waktu tidak terpenjara oleh jam atau kalender. Mereka bergerak menuju keberhasilan dengan semangat yang tinggi tanpa mengenal waktu.

Pendekatan terhadap waktu secara kolektif dan dinamis sepatutnya menjadi tantangan bagi kita. Pemanfaatan waktu yang tepat akan menentukan kegagalan atau keberhasilan seseorang, bahkan melebihi pengetahuanya.

Selain itu, hidup sebagai kesempatan memberi bobot lain pada kualitas kita dalam menggunakan kesempatan itu. Tak sekedar mengisi kesenangan, apalagi mengejar kebesaran duniawi semata. Ada banyak rahasia hidup yang tak tampak oleh mata. Maka Ibnu Qayyim Al Jauziyah memberi nasehat,
    ”Orang yang berakal mengerti bahwa dunia ini tidak diciptakan untuk mencari kesenangan di dalamnya. Karenanya, dalam kondisi apapun ia haruskonsisten dalam menggunakan waktunya secara tepat.”

JANGAN DIBIASAKAN MENUNDA-NUNDA SUATU AMAL/PEKERJAAN

Kebiasaan menunda-nunda suatu amal atau pekerjaan bukan sekedar kebiasaan buruk tetapi suatu sikap mental yang menghambat perkembangan pribadi dan bahkan profesi. Penundaan akan mengerem roda kemajuan, menghancurkan tujuan dan aspirasi serta bisa menimbulkan frustasi, marah dan putus asa. Tugas-tugas atau pekerjaan baru tidak akan menunggu sehingga setiap penundaan pekerjaan berarti menambah beban hutang pekerjaan. Tentu saja kondisi ini akan berdampak pada terelewatnya kesempatan berharga.

Sikap menunda-nunda ini lebih parah lagi bila berpengaruh kepada lingkungan. Arus kegiatan yang sudah berjalan dalam suatu tim menjadi terhambat karena seorang anggotanya menunda pekerjaan. Sikap atau kebiasaan menunda pekerjaan tersebut banyak dilatarbelakangi oleh ketidak disiplinan, rendahnya motivasi dan rasa tanggung jawab, ketidak percayaan diri bahwa ia dapat melaksanakan suatu pekerjaan, atau justru sebaliknya, terlalu percaya diri, tidak mampu menolak setiap pekerjaan yang datang, padahal pekerjaan sebelumnya pun belum selesai. Mungkin juga karena terlalu mengharapkan hasil yang paling baik sehingga seseorang selalu menerima tuntutan yang kadang berlebihan dari kapasitas dirinya sendiri.

Rasulullah SAW telah mengajarkan agar setiap muslim menghargai waktu terutama waktu ”sekarang” karena waktu yang terbuka untuk kesempatan itu adalah waktu “sekarang” Ibnu Umar RA RA beliau berkata, bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda:
    ”Apabila engkau berada sore hari, maka janganlah mengulur-ulur urusanmu sampai besok, dan apabila engkau berada di pagi hari, maka janganlah engkau menunda-nunda urusanmu sampai sore. Ambilah kesempatan waktu sehat sebelum datang kematianmu.” (HR. Bukhari, Juz 4 hal. 116)

Kata Syekh Hasan Bashri
    ”Setiap hari pada saat itu fajar mulai terbit, pasti ada satu penyeru dari Hadirat Yang Maha Haq: Wahai anak cucu Adam! Saya adalah waktu, makhluk yang tercipta. Setiap amalanmu aku menyaksikanya. Karena itu, berbekallah kalian dariku dengan amal yang shaleh. Karena aku tidak akan kembali hingga hari kiamat.

Maka, jangan ada lagi waktu yang terbuang sia-sia. Jangan sekali-kali menunda-nunda amal atau pekerjaan bila saat ini bisa dikerjakan. Punya waktu sekali, gunakan yang berarti. Sebab kata Nabi:
    ”Waktu ibarat pedang, jika kamu tidak mampu menggunakan pedang itu, maka ia akan memotong lehermu.” (Al Hadits)
Juga kata Imam Al Ghazali RA,
    ”Yang bisa mengisinya dengan hal-hal yang baik, baginya waktu menjadi kawan. Begitu sebaliknya, yang tidak bisa mengisi dengan hal-hal yang baik, waktu adalah lawan.”