HAL MENJERNIHKAN HATI
Allah SWT. Tuhan Maha Pencipta dan Maha Pengatur, menciptakan manusia dengan memberinya dua macam kekuatan. Yaitu kekuatan jasmani dan kekuatan ruhani, atau kemampuan yang bersifat lahiriyah dan kemampuan yang bersifat batiniyah. Manusia terdiri dari dua macam badan, badan jasmani atau badan wadah dan badan rohani atau roh atau jiwa. Dan masing-masing badan itu oleh Allah SWT, diberikan kekuatan atau kemampuan yang berbeda-beda sifat dan dayanya. Hanya manusia yang diberi dua macam kekuatan seperti itu. Makhluq-makhluq selain manusia baik itu golongan Malaikat ataupun bangsa Jin dan makhluq jenis halus lainya lebih-lebih makhluq jenis kasar, tidak diberi dua macam kekuatan seperti yang diberikan kepada manusia. Bangsa Jin mungkin memiliki dua kekuatan seperti itu akan tetapi terbatas, tidak seluas yang dimiliki oleh manusia. Buktinya yaitu bahwa Nabi Sulaiman AS pernah merajai manusia dan sekaligus bangsa Jin dan makhluq-makhluq lain, sedangkan belum pernah kita mendengar ada bangsa Jin yang membawahi manusia. Malaikat dalam beberapa hal menempati tingkatan yang lebih tinggi dari pada manusia akan tetapi terbatas. Terbatas mengerjakan tugas-tugas tertentu. Ada yang membaca tasbih saja, ada yang bertakbir saja, ada yang bertahmid saja, ada yang terus-menerus membaca shalawat kepada Nabi SAW saja, ada yang terus-menerus ruku’, ada yang tiada henti-henti sujud dan sebagainya. Bahkan banyak tugas-tugas yang dijalankan oleh para Malaikat justru diperuntukan bagi umat manusia. Bahkan lebih lagi dari pada itu. Segala yang di langit dan di bumi ini oleh Allah dibikin tunduk kepada manusia, diperuntukan bagi uma manusia supaya sebaik-sebaiknya dimanfaatkan bagi kepentingan hidupnya di dunia dan di akhirat.
Firmanya:
”Tidak kamu perhatikan sesungguhnya Allah telah menundukan untuk (kepentingan) mu apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi dan menyempurnakan untukmu nikmat-NYA lahir dan batin.”(31 Luqman: 20)
Demikian kasih sayang Allah SWT kepada manusia, hamba-NYA. Ini perlu kita renungkan sebagai pendahuluan pembahasan masalah kejernihan hati dan agar supaya kita menyadari tempat kedudukan kita sebagai manusia di antara makhluq-makhluq lain ciptaan Tuhan, sehingga kita dapat terus-menerus senantiasa meningkatkan syukur terima kasih kita kepada-NYA.
Kedua kekuatan, kekuatan lahir dan kekuatan batin yang dimiliki oleh manusia itu tadi tidak lain agar supaya dipergunakan untuk mendatangkan sebesar-besarnya manfaat guna memperoleh dan membina hidup selamat dan sejahtera dan bahagia material dan spiritual, lahir dan batin di dunia dan di akhiratnya kelak. Dan sebagai insan sosial, kekuatan lahir dan kekuatan batin manusia merupakan perangkat pemberian Tuhan baginya untuk mengemban tugas sebagai “Khalifah” atau “wakil” Allah di bumi. Tugas mulia yang dipercayakan Allah SWT, kepada manusia untuk mengatur kehidupan di dunia menurut konsepsi yang digariskan Allah SWT. Sebagaimana firman-NYA di dalam Al Qur’an:
“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Malaikat: “Sesungguhnya Aku berhak menjadikan seorang khalifah dimula bumi.”(2-Al Baqarah: 30)
Kekuatan lahiriyah, seprti kita maklumi adalah daya kemampuan yang kelihatan mata lahir atau yang dapat diperhitungkan oleh akal fikiran atau rasio. Akal fikiran atau rasio itu sendiripun tergolong kekuatan lahir. Betapapun kemampuan lahiriyah manusia, akan tetapi masih terbatas sekali apabila dibandingkan kemampuan batin atau kemampuan jiwa manusia. Kekuatan lahir hanya bisa berhubungan dengan alam alam lahir alam nyata, sedangkan kekuatan jiwa manusia dapat menembus alam gaib, dapat menjelajahi alam metafisika, bahkan dapat mengadakan komunikasi dengan alam luar manusia, dengan alam jin dan alam malaikat bahkan dapat beraudensi dengan Tuhan Pencipta seluruh alam.
Pusat segala kegiatan manusia baik kegiatan jasmani maupun kegiatan rohani terletak di dalam hatinya. Hati merupakan “Pusat Komando” dari segala macam gerak dan laku manusia. Bahkan di samping sebagai Pusat Komando, sekaligus merupakan “motor penggerak” yang menggerakan segala perilaku dan perbuatan manusia. Perbuatan yang baik maupun perbuatan yang jahat, perbuatan yang menguntungkan ataupun perbuatan yang merugikan semuanya itu di komando dan digerakan oleh hati.
Di dalam hati manusia sama-sama bermarkas dua macam “Dewan” yang berlainan pengaruh dan arahnya satu sama lain. Bahkan saling bertolak belakang dan saling berlawanan. Yang satu “Dewan Perancang Kebaikan” dan satunya lagi “Dewan Perancang kejahatan”. Siapa diantara dua dewan itu yang dominan (berkuasa) di dalam hati, dialah yang memegang komando segala gerak dan perbuatan atau tindakan manusia. Adapun faktor fikiran, sekalipun dipenuhi dengan berbagai macam perbendaharaan ilmu pengetahuan dan hikmah kebijaksanaan, namun fungsinya hanya sebagai “Dewan Pertimbangan”, dan tidak memegang peranan yang menentukan.
Di dalam kehidupan sehari-hari kita sering melihat atau mendengar, atau mungkin pernah bahkan sering mengalami sendiri bahwa akal fikiran dapat membedakan mana yang baik dan mana yang tidak baik, dapat membedakan antara yang benar dan yang batal, dapat mengerti ini haram ini halal, mengerti itu boleh dikerjakan dan ini tidak, dan sebagainya. Akan tetapi di dalam prakteknya justru sebaliknya. Yang baik ditinggalkan, yang buruk dikerjakan. Yang menguntungkan malah dihindari, yang merugikan justru dimasuki. Yang haram dikejar-kejar, yang halal tidak dihiraukan. Yang benar tidak diikuti, yang batal dipergauli.
Hal tersebut disebabkan oleh karena yang menguasai hati pada waktu itu adalah “Dewan Perancang Kejahatan”. Ilmu pengetahuan yang berada di dalam otak fikiran manusia tidak mampu mengendalikanya, tidak mampu mengarahkan sesuatu perbuatan yang sesuai dengan ilmu dan pengertian yang dimilikinya. Jika seorang pencuri di Tanya, apakah perbuatan mencuri itu baik?. Pasti menjawab tidak baik. Siapapun jika di Tanya apakah perbuatan menipu, korupsi, merugikan atau menyakiti orang lain itu di perbolehkan ?. Semua akan menjawab tidak!. Bahkan semua orang mengerti bahwa perbuatan tersebut adalah perbuatan tercela dan sangat terkecam. Tetapi mengapa toh terjadi dilakukan oleh sebagian orang bahkan oleh banyak orang? Tidak lain di dorong oleh keinginan nuruti hawa nafsu yang bersarang di dalam hati yang sudah di kuasai oleh ”Dewan Perancang Kejahatan” tersebut.
Jelasnya, manusia akan terjerumus kepada kejahatan dan kehancuran apabila hatinya penuh dengan kotoran-kotoran nafsu yang berkuasa dan memerintah sebagai ”Dewan Perancang Kejahatan”. Dan manusia dikatakan baik, baik budinya, baik akhlaknya, baik perangai dan pekertinya, baik perbuatanya, apabila hatinya dipimpin oleh ”Dewan Perancang Kebaikan”, dan bersih dari kotoran-kotoran nafsu. Oleh karena itu maka hati manusia harus selalu dibersihkan dari kotoran-kotoran dan dari hama penyakitnya hati dengan menempatkan ”Dewan Perancang Kebaikan.” sebagai pemimpin yang bijaksana di dalam dirinya.
Betapa tepat dan bijaksananya Rasulullah SAW, telah memberikan peringatan kepada kita dengan sabda-NYA:
”Sesungguhnya di dalam jasad manusia itu ada segumpal daging, apabila segumpal daging itu baik, menjadi baik pulalah seluruh jasad, dan apabila rusak atau kotor, menjadi rusak pulalah seluruh jasad. Ketahuilah yaitu hati.”(Hadits Riwayat Imam Bukhori dan Muslim dari Nu’man bin Rasyid)
Atas dasar tersebut, maka kemudian para Ulama Shufi mengatakan antara lain sebagai berikut:
”Membersihkan jiwa (hati) dari kotoran-kotoran (nafsu) adalah wajib”.(kitab Kifayatul Atqiya).
Wajib disini dalam arti harus di usahakan oleh stiap orang dalam rangka upaya mencapai hidup selamat sejahtera dan bahagia lahir batin dunia dan akhirat. “Tazkiyatunnafsi” atau mebersihkan hati maksudnya membebaskan hati dari pengaruh-pengaruh nafsu yang senantiasa berusaha dan bertipudaya untuk menguasai hati manusia. Di dalam kitab suci Al Qur’an diterangkan pernyataan Nabi Yusuf ‘alaihissalam tentang tekad Beliau yang senantiasa waspada terhadap tipu daya nafsu sebagai berikut:
“Dan tidaklah aku membiarkan diriku (dikuasai nafsu), karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang di beri rahmat oleh Tuhanku”.(12 Yusuf: 53.
Membersihkan hati istilah yang populer sekarang di sebut operasi mental.
“Operasi mental” yang di alami oleh Rasulullah SAW. Ketika akan menjalani Isra’ Mi’raj merupakan tunutnan nyata yang harus di ikuti oleh para umat. Bahkan oleh setiap insan yang hidup di dunia ini. Berkat adanya operasi tersebut, dimana kotoran-kotoran yang terdapat didalam hati Rasulullah SAW dikeluarkan dan kemudian dimasukan iman, islam, ikhsan, amanah dan kejujuran, maka segala gangguan dan godaan yang dialami dalam perjalanan Isra’ Mi’raj, semua dapat di atasi dengan sempurna dan sukses menghadap kehadirat Allah SWT untuk menerima tugas-tugas yang harus dilaksanakan para umat, antara lain sholat lima waktu dalam sehari semalam.
Bermacam-macam cara telah banyak ditempuh orang/ masyarakat dalam melaksanakan operasi mental. Melalui pengajaran dan pendidikan, lewat system dakwah dan penerangan-penrangan agama, menggunakan mass media, facebook, surat kabar, majalah, radio, TV dan buku-buku, melalui perkumpulan atau organisasi-organisasi sosial dan bermacam-macam bentuk pergaulan hidup lain-lain. Bahkan ada yang menempuhnya dengan riyadloh-riyadloh badaniyah dan latihan-latihan kejiwaan. Masing-masing dengan metode dan sistematika yang berbeda.
Secara umum, cara operasi mental seperti tersebut di atas dalam garis besarnya dititik beratkan pada prinsip-prinsip penamaan pengertian dan ilmu pengetahuan sehingga diharapkan bisa tumbuh suatu kesadaran. Akan tetapi kenyataan di dalam praktek tidak semudah itu. Pengertian dan ilmu pengetahuan masih belum memberi jaminan akan tercapainya kondisi hati yang bersih dan jernih bebas dari pengaruh-pengaruh nafsu yang menjadikan sarang yang subur bagi bercokolnya “Dewan Perancang Kejahatan” seperti di atas.
Mengingat makin hebatnya pengaruh-pengaruh dari berbagai jurusan yang merangsang hati manusia, yakni pengaruh negatife yang menyuburkan tumbuhnya ”Dewan Perancang Kejahatan”, maka operasi mental atau membersihkan dan menjernihkan hati harus secara terus-menerus di usahakan oleh setiap orang. Disamping dengan cara-cara operasi mental seperti di atas dan yang sudah banyak dijalankan oleh masyarakat selama ini masih ada satu cara yang belum banyak dilakukan orang, yaitu pendayagunaan kekuatan atau potensi batiniyah dalam bentuk do’a permohonan kepada Allah SWT. Tuhan Yang Maha Kuasa, Maha Pengatur, Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Do’a memohon HIDAYAH, memohon petunjuk dan pertolongan-NYA.
Pendayagunaan potensi batiniyah dalam bentuk do’a permohonan kepada Allah SWT. Baik yang dilakukan secara sendiri-sendiri atau secara berkelompok (berjama’ah bersama-sama), jika dibandingkan dengan pendayagunaan potensi lahiriyah dalam bentuk bekerja, berkarya dan bentuk aktifitas atau kegiatan lahiriyah lainya adalah masih sangat tidak seimbang. Masih banyak peluang kesempatan dan sisa kekuatan yang belum dimanfaatkan untuk berdo’a memohon kepada Allah SWT. Pada hal seperti disebutkan dimuka, kedua kekuatan, kekuatan lahir dan kekuatan batin yang sama-sama anugerah Tuhan itu harus dimanfaatkan secara harmonis dan keseimbangan dengan kebutuhan hidup serta saling mengisi. Lebih-lebih jika diingat bahwa HIDAYAH Allah SWT. Adalah mutlak dibutuhkan oleh setiap insan. Tanpa HIDAYAH atau PETUNJUK Allah, manusia pasti sesat dan terjerumus kepada kehancuran dan kesengsaraan.
Bertambahnya ilmiyah atau ilmu pengetahuan baik ilmu pengetahuan agama maupun ilmu pengetahuan umum lainya apabila tidak disertai memperoleh HIDAYAH dari Allah SWT, maka ilmu-ilmu itu tidak akan mampu meletakan benih yang menumbuhkan kejernihan hati, ketentraman jiwa dan keselamatan mental. Bahkan boleh jadi justru ilmu-ilmu yang tidak disertai HIDAYAH Allah itu malah menyuburkan bercokolnya "IMPERIALIS NAFSU” sebagai ”Dewan Perancang Kejahatan” di dalam hati manusia. Sehingga kemudian timbul rasa kebanggaan, rasa diri berilmu, berkemampuan, berkuasa, rasa diri lebih dari orang lain, selanjutnya muncul bendera ”Ke-aku-an”, egoisme atau ANANIYAH. Ilmu yang seharusnya menjadi alat penyaring kemurnian dan kemulusan hati yang bersih, dalam prakteknya disalahgunakan menjadi polusi jiwa (pengotoran jiwa) yang lebih keruh tetapi lebih halus sehingga yang bersangkutan tidak merasa.
Dalam hubungan antara ilmu dan Hidayah, Rasulullah SAW. Telah memperingatkan kita dengan sabdanya:
“Barangsiapa bertambah ilmunya dan tidak bertambah hidayahnya, maka ia tidak menjadi bertambah (dekatnya) melainkan semakin jauh dari Allah.”(Riwayah Abu Mansur dan Dailami dari Jabir).
Orang yang jauh dari Allah tidak akan mendapat Hidayah. Barangsiapa tidak mendapat hidayah Allah pasti sesat jalan dan akhirnya sengsara dan mengalami kehancuran. Maka oleh karena itu, disamping ilmu pengetahuan harus kita pelajari, harus kita tuntut, ilmu pengetahuan apa saja terutama yang ada hubunganya dengan soal-soal membersihkan hati, yang berkaitan dengan masalah operasi mental, untuk memperoleh ketenangan batin dan ketentraman jiwa, tidak boleh di abaikan yaitu dengan usaha memperoleh HIDAYAH Allah SWT.
Apakah HIDAYAH dari Allah dapat diperoleh atau di usahakan dengan uoaya manusia? Jawabnya tegas. Dapat!. Firman Allah dalam Al Qur’an surat No 29 Al-Ankabut Ayat 69 :
Artinya kurang lebih:
“Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhoan) KAMI, sungguh-sungguh akan KAMI tunjukan kepada mereka jalan-jalan KAMI.”
Berjihat disini artinya bersungguh-sungguh atau berusaha dengan bersungguh-sungguh. Berusaha mencari keridhoan-NYA, berusaha menuju kepada-NYA untuk memohon Hidayah-NYA.
Di dalam Wahidiyah, bersungguh-sungguh memohon kepada Allah SWT itu disebut ”MUJAHADAH”. Tentang hubungan antara HIDAYAH dan MUJAHADAH , Imam Ghazali mengatakan di dalam kitab Ihya-Nya:
”Mujahadah adalah kuncinya hidayah, tidak ada kunci untuk memperoleh hidayah selain mujahadah”.
Ada banyak sekali macam-macam jenisnya doa yang dilakukan orang, dengan cara dan bahasa yang berbeda-beda menurut bahasa Negara atau bahasa daerah masing-masing, dan mengikuti tuntunan agama atau kepercayaan yang di anut sendiri-sendiri. Rasulullah SAW bersabda:
“Doa adalah senjatanya orang mukmin.”
Ibarat “senjata” maka daya keampuhan dan kegunaannya doa juga berbeda-beda. Antara lain berkaitan dengan pribadi dan kepribadian Pencipta doa, tujuan dan kepentingan apa doa itu dicipta, situasi dan kondisi pada waktu doa itu dicipta, susunan redaksi doa, kaifiyah (cara pengamalan) dan adab-adab ketika berdoa dan kondisi batiniyah dan kejiwaan orang yang berdoa. Misalnya hudlurnya hati, kekhusyu’anya, kemantapan hatinya dan sebagainya.
Didalam Islam, Rasulullah SAW. Memberikan tuntunan bermacam-macam doa. Hampir setia gerakan ada doanya. Ada doa ketika mau makan, selesai makan, ketika berpakaian, doa diwaktu pagi, di waktu sore, saat akan tidur, ketika bangun tidur, waktu keluar rumah, ketika masuk rumah, dan sebagainya. Disamping doa pada setiap melakukan gerakan seperti itu, masih banyak lagi doa-doa untuk hajat atau kepentingan. Baik dari tuntunan Rasulullah SAW maupun yang dicipta oleh para Sahabat dan para Ulama. Namun sayangnya hanya sedikit sekali dilakukan oleh umat islam sendiri.
Para Ulama, terutama Ulama Shufi berpendapat bahwa doa yang paling dekat diijabahi oleh Allah SWT adalah Shalawat. Dan pendapat ini sangat cocok dengan kenyataan. Lebih-lebih di zaman akhir ini, secara umum mengenai faedah dan manfaat doa Shalawat kepada Kanjeng Nabi Besar Muhammad SAW, bagi si pembaca Shalawat adalah seperti dikatakan oleh Syekh Hasan Al-Adawi di dalam ktab “Dailul Khoiror” yang kemudian dibenarkan dan dan didukung oleh para Ulama Shufi lainya yaitu sebagai berikut:
”Sesungguhnya membaca Shalawat kepada Nabi SAW itu bisa menerangi hati dan mewushulkan kepada Tuhan Dzat Yang Maha Mengetahui perkara ghaib.”(Sa’adatud- Doroini hal. 36).
“Menerangi hati”, hati menjadi terang, jernih dan tentram “mewushulkan” mengantarkan dan menyampaikan kepada tingkat batiniyah yang sadar kepada Allah SWT.
Ada banyak sekali macamnya doa Shalawat. Berpuluh, beratus, beribu-ribu, bahkan berpuluh ribu macamnya. Masing –masing Shalawat dikaruniai faedah dan manfaat yang berbeda-beda, manfaat duniawi dan manfaat ukhrowi, manfaat lahiriyah dan manfaat batiniyah, manfaat yang berhubungan dengan hal-hal yang bersifat moral dan spiritual. Bertalian dengan kebutuhan untuk kejernihan hati, ketenangan batin dan ketentraman jiwa, sudah sewajarnya kita memilih Shalawat yang dikaruniai manfaat dan faedah yang kita butuhkan tersebut.
Semoga kita termasuk orang-orang yang dikaruniai hati yang jernih, batin yang tenang dan kukuh, jiwa yang tentram dan stabil sehingga berhasil whusul, sadar ma’rifat kepada Allah wa Rasulihi SAW. Suatu kondisi batiniyah yang menjadi keselamatan, kesejahteraan dan kebahagiaan hidup lahir dan batin dunia sampai akhirat yang mendapat ridlo Allah SWT ! Aamiin…!