Pertama, adalah bahwa ketika seseorang melafadzkan takbir, baik ketika memulai shalat maupun ketika seseorang melakukan perpindahan dari rukun yang satu ke rukun yang lain, maka pada saat itu ia seharusnya mengeluarkan kesan kebesaran makhluk dalam hatinya menuju totalitas kekaguman, kerendahdirian dan penghormatan kepada Allah SWT. Kumandang takbir pada saat yang sama seharusnya secara spiritual menjadi pertanda runtuhnya berhala-berhala makhluk yang mendominasi manusia. Sebagaimana secara fisik kumandang takbir merupakan pertanda bagi runtuhnya berhala-berhala diskitar Ka’bah pada masa kemenangan Islam di kota Mekkah.
Ketika nilai ini dibawa di luar shalat, seseorang pasti akan menjadi manusia yang merdeka dari rasa takut ataupun gentar terhadap sesuatu kecuali Allah. Dengan demikian, akan muncul pribadi yang anti penindasan dan berani dengan lantang menyuarakan kebenaran dan keadilan. Sudah tentu, dengan hadirnya manusia-manusia yang memiliki sifat pemberani seperti ini, maka masyarakat akan semakin sehat dan secara pasti akan bergerak menjadi masyarakat yang berkeadilan. Sebab setiap kali kedzaliman muncul, akan muncul pula manusia-manusia yang tidak gentar dengan apapun kehebatan makhluk. Mereka ini akan meluruskan kedzaliman-kedzaliman tersebut dengan gagah berani. Walaupun semuanya harus mereka tebus dengan pengorbanan nyawa.
Kedua, Shalat merupakan latihan agar manusia selalu menjalin hubungan langsung dengan Allah SWT. Dalam shalat seseorang harus membaca Al Fatihah dan berbagai rangkaian doa. Hal ini merupakan symbol bahwa ruh manusia haruslah selalu berthawaf di titik Ilahiyah. Disana seseorang berbisik, mengadu, meratap, memohon serta mencurahkan seluruh isi hatinya kepada Allah SWT. Sementara jasad mereka selalu berkiprah dalam aktivitas kemanusiaan sebagaimana umumnya manusia. Mereka bekerja, berorganisasi, belajar, mengajar serta berjuang menegakan agama.
Dengan adanya kontak langsung inilah, maka sebenarnya mereka yang sedang melaksanakan shalat sedang menanam benih-benih kemenangan dalam kehidupanya. Bukankah Allah berjanji akan mengabulkan doa hamba-Nya? Sebagaimana firman Allah:
- ”Dan berkata Tuhan kalian: Berdoalah kalian, maka Aku akan mengabulkan untuk kalian.” (QS. Al Mu’min: 60).
Dengan adanya kontak langsung inipula, pertolongan-pertolongan Allah akan segera turun dalam segala situasi dan kondisi. Asal mau bersabar menantikan pertolongan tersebut. Bukankah Allah sendiri yang memerintahkan agar manusia selalu mencari pertolongan-Nya dengan sabar dan shalat? Sebagaimana Allah berfirman:
- ”Dan carilah pertolongan dengan sabar dan shalat. Sesungguhnya yang demikian itu amatlah berat kecuali atas orang-orang yang khusyu’.” (QS. Al Baqarah: 45).
Generasi awal Islam dari kalangan sahabat dan tabi’in selalu menjadikan shalat sebagai sumber kekuatan sepiritual mereka. Dalam berbagai riwayat sejarah, pasukan Islam yang menaklukan berbagai Negara besar menghabiskan malamnya dengan shalat malam , doa dan membaca Al Qur’an. Demikian juga dengan Sultan Muhammad Al Fatih. Raja remaja dari kerajaan Turki Utsmani ini terkenal dengan penaklukanya terhadap pusat kota Konstantinopel, Kristen timur. Salah satu sumber kekuatan spiritual dari Beliau adalah bahwa Beliau tidak pernah semalam pun terlewatkan dari Shalat tahajjud. Pasukan Beliau pun demikian. Semua pasukan Sultan Al Fatih yang terlibat dalam penaklukan Konstantinopel adalah pasukan yang dipilih dari mereka yang tidak pernah meninggalkan Shalat tahajjud semalam pun semenjak mereka baligh. Demikianlah keadaan generasi awal Islam. Walaupun mereka hidup dan berjuang dengan fasilitas sederhana, namun mereka toh akhirnya dapat menggapai kejayaan. Rahasia kesuksesan mereka adalah bahwa mereka menjadikan shalat sebagai sumber energi dalam berjuang.
Ketiga, gerakan-gerakan shalat merupakan gerakan-gerakan orang yang tunduk dan merendah kepada Allah. Karena itulah, jika seseorang menangkap makna ini, ia akan selalu tunduk dan patuh pada aturan-aturan ke-Tuhanan (ad dustuur al Ilahiyah). Dengan demikian, shalat akan menjadi faktor penting ketertiban umat. Belum lagi jika kita melihat bahwa aturan-aturan Islam akan member iefek terhadap kemajuan dan kesejahteraan sebuah bangsa. Sehingga dengan demikian pelaksanaan shalat akan memberikan sumbangan nyata terhadap kemajuan umat bangsa.
Sikap tunduk dan merendah ini juga menjadi sebab kemuliaan, baik dalam tingkatan perorangan maupun kemasyarakatan. Hal ini sesuai dengan hadits Rasulullah SAW:
- ”Barangsiapa yang berendah diri, maka Allah akan mengangkatnya.” (HR. Abu Nu’aim/Hasan).
Dengan kerendah-hatian ini akan lahir sebuah masayarakat yang berakhlak mulia serta memiliki kelemahan-lembutan. Dengan demikian, akan timbul kehidupan yang penuh tata karma yang menyebabkan hati manusia akan merasakan ketenangan.
Keempat, dalam shalat kaum muslimin diajarkan untuk bertakhiyyat kepada Allah dan menyampaikan salam secara langsung kepada Rasulullah SAW. Assalaamu ‘alaika ayyuhan Nabiyyu warahmatullahi wabarakatuh. (keselamatan , rahmat Allah dan keberkahan semoga dilimpahkan atas Engkau wahai Nabi). Hal ini merupakan wujud ikatan spiritual dan ikatan cinta antara Nabi dan Umatnya.
Jika kaum muslimin memahami nilai ikatan cinta ini, mereka akan selalu menjadikan Rasulullah SAW sebagai uswah dalam sikap dan perilaku. Lebih dari itu, mereka akan selalu menangkap kehadiran Rasulullah SAW dalam keseharian kehidupan mereka. Inilah yang dialami oleh seorang tokoh sufi, Syaikh Abul Abbas Al Mursi dengan ungkapanya, ”Andaikata aku terhalang dari (memandang) Rasulullah SAW sekejap mata saja, maka aku tidak berani menghitung diriku sebagai seorang muslim.”
Kelima,dalam shalat seorang muslim selalu menyertakan kaum muslimin yang lain dalam doa-doa yang dipanjatkan. Hal ini misalnya dengan menggunakan kata ganti kami. Seperti dalam Al Fatihah,
- ”Hanya kepada-Mu yaa Allah kami mengabdi, dan hanya kepada-Mu kami mohon pertolongan.”
Penyertaan kaum muslimin ini juga dijumpai dalm doa tahiyyat, “Keselamatan semoga atas kami dan atas hamba-hamba Allah yang saleh.”
Demikian juga ketika seseorang menutup salam. Ia akan menutupnya dengan ucapan salam kepada segenap kaum muslimin dan bahkan kepada segenap makhluk yang berhak mendapatkan doa salam. Semua ini merupakan isyarat bahwa seseorang haruslah memiliki kepedulian terhadap manusia. Hingga dalam shalat pun, mereka masih membawa kepedulian ini. Karena itulah, sangat aneh jika seseorang melakukan shalat, tapi mereka tidak peduli dengan nasib sesama kaum muslimin. Dalam sebuah hadits dikatakan,
- ”Barangsiapa yang tidak memperhatikan keadaan kaum muslimin, maka ia bukan bagian dari mereka.”
Nilai kelima ini juga merupakan modal bagi kaum beriman agar mereka berlomba-lomba berbuat kebaikan kepada sesama. Apalagi dalam Islam sendiri kebaikan manusia tidak tergantung kepada ibadah ritual yang dilakukan. Tetapi lebih kepada sejauh mana seseorang memberikan kebaikan bagi manusia yang lain. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW,
- ”Sebaik-baik manusia adalah siapa yang paling banyak memberikan manfaat bagi manusia lain.” (HR. Al Qadha’i/Hasan).
Demikianlah sebagian kecil dari nilai-nilai yang mulia dan berharga dari shalat kita. Jika kaum muslimin membawa nilai-nilai ini dalam keseharian mereka, pasti kebaikan yang besar akan mereka terima. Tinggal sekarang, sudahkah nilai-nilai tersebut sudah kita bawa dalam kehidupan nyata kita.
Wallahu’alam