Rabu, 07 Juli 2010

Hati yang Mati

Marilah kita renungi kembali keimanan dan ketaqwaan kita kepada Allah SWT. Dari hasil renungan itu, mari kita senantiasa memelihara diri dari segala bentuk kemusyrikan dan kemunafikkan. Yakni dengan menaati  dan mengerjakan segala perintah dan menjauhi semua larangan-Nya.

Juga taqwa yang dapat menumbuhkan amal-amal ibadah sebagai pembuktian kebenaran iman. Sebab segala perbuatan dan amal apapun yang dilakukan manusia, yang baik atau yang buruk, merupakan cerminan keimanan kepada Allah SWT.

Taqwa yang sebenar-benarnya taqwa ini tidak bisa ditempuh dan diraih dengan ilmu pengetahuan. Iman dan taqwa adalah hidayah dari Allah. Sementara hidayah itu hanya bisa di dapat dengan cara bersungguh-sungguh memohon dan bermujahadah kepada-Nya. Dalam hadits riwayat Ad-Dailami Rasulullah SAW pernah mengaskan tentang hal ini:
    ”Barangsiapa yang hanya bertambah ilmunya, akan tetapi tidak bertambah hidayahnya, maka yang ia dapat bukan semakin bertambah iman, taqwa atau dekatnya kepada Allah, melainkan justru semakin menjauhkan dia dari Allah.”


Di dalam kitab Al Hikam diterangkan:
    ”Diantara tanda-tanda hati yang mati adalah tidak merasa sedih apabila kehilangan kesempatan untuk melakukan kesempatan ketaatan kepada Allah. Dan juga tidak menyesal atas perbuatan lalai yang telah dilakukanya.”


Hati yang didalam hidup keimanan, ia akan merasa sedih apabila taat itu hilang dari padanya. Hati yang beriman sangat menyesal apabila melakukan perbuatan maksiat. Sebaliknya, hati yang penuh dengan keimanan sengat senang bila melakukan ketaatan.

Sebagaimana kita ketahui bersama, bahwa hati merupakan pusat komando. Daik dan buruknya amal perbuatan kita, sangat tergantung pada komando hati. jika kita mudah diajak ibadah, entengan diajak berjuang, itu merupakan salah satu indikasi hati kita masih hidup. Sebaliknya, jika kita sulit beribadah, malas diajak berjuang, ini berarti hati kita termasuk min alaamati mautil qalbi. Tanda hati kita mulai kehilangan nyawa. Mari ini kita koreksi.

Untuk menghidupkan hati yang mati ini caranya hanyalah satu. Yakni memohon pertolongan kepada Dzat yang memilki hidup. Dzat Yang Maha Hidup. Yakni Allah SWT. Bijahin Nabiyyi SAW wa Bibarakati Ghautsi Hadzaz Zaman RA pasti yang telah mati itu dihidupkan kembali oleh Allah SWT.

Pentingnya kita menghidupkan, membersihkan dan menjernihkan hati ini adalaj karena Allah hanya akan menerima hamba-Nya yang datang dengan hati yang selamat. Atau memilki kebersihan hati. dalam Al Qur’an Allah berfirman:
    ”Pada hari itu tiada manfaat harta benda dan anak-anak. Kecuali orang-orang yang datang dengan membawa hati yang selamat.”

Rasulullah SAW juga pernah mengaskan:
    ”Sesungguhnya Allah tidak melihat pada bentuk jasadmu, tidak pula pada paras rupamu. Akan tetapi Allah hanya akan melihat pada hatimu.”


Hati yang merupakan tempat bagi Allah memberikan cahaya iman, rasa bahagia dan bahkan hati jualah yang merasakan siksa dan adzab Allah. Cahaya Allah hanya akan menembus seluruh rongga hati jikalau hati itu keadaanya bersih. Sekarang masalahnya dan yang menjadi penyebab terhalangnya seorang mukmin kepada Tuhanya, adalah dosa dan maksiat yang menggelapkan hati. karena itu, menyelamatkan hati, membersihkan dan menjaganya dari berbagai penyakit adalah merupakan satu kewajiban yang tidak bisa ditawar-tawar lagi.

Oleh sebab itu, dalam Wahidiyah kita dibimbing untuk meningkatkan tazkiyatun nafsi, jihadun nafsi dan riyadhatun nafsi agar penguasa tunggal yang menguasai hati kita adalah Dewan Kebaikan.

Akhirnya, semoga kita termasuk orang-orang yang mendapatkan hidayah dan taufiq Allah SWT serta hati kita diselamatkan dari berbagai penyakit hati. amin-amin ya rabbal alamin