Jumat, 02 Juli 2010

MAHABBAH (CINTA)


Mahabbah atau cinta yang dimaksud disini adalah cinta kepada Allah wa Rasulihi SAW, cinta kepada Anbiya’ wal mursalin wal Malaaikatil Muqarabin’alaihimus-shalaatu wassalam, cinta kepada keluarga dan shohabat-shohabat Beliau dan kepada para Auliya Kekasih Allah rodhiyallohu Ta’ala’anhum, cinta kepada para Ulama, kepada Pemimpin kepada orang tua dan kepada keluarga dan seterusnya, umumnya kepada segenap kaum mukminin mukminat muslimin muslimat dan kepada seluruh makhluk ciptaan Allah pada umumnya.

Cinta kepada khaliq, harus cinta juga kepada makhluk ciptaan-ciptaan-Nya. Akan tetapi cinta kepada kholiq juga sudah barang tentu harus tidak sama dengan cinta kepada makhluk-Nya. Dalam, prinsipnya segala makhluk berupa dan berbentuk apa saja dan bagaimanapun juga wujudnya, kita harus cinta. Kita cintai karena ia adalah ciptaan Allah. Sekalipun berupa yang menjijikan, atau menakutkan. Sekalipun berupa maksiat atau munkarot sekalipun, atas pengertian bahwa ciptaan Allah, kita harus cinta. Akan tetapi disamping itu, disamping cinta kita diperintah supaya menjauhkan diri dan tidakmenyukai maksiat dan munkarot, Jadi pandangan harus dobel. Disamping cinta atau senang, harus pula tidak senang, harus menjauhkan diri daripadanya. Kita senang terhadap dzatiyahnya maksiat dan munkarot mengingat itu adalah ciptaan Allah yang kita cintai. Dan kita harus tidak senang dan harus menghindarkan diri dari perbuatan maksiat dan munkarot karena memang diperintah begitu oleh Allah.

Jadi kita senang atau cinta kepada dzatiyahnya maksiat dan munkarot karena sama-sama ciptaan Allah, dan harus tidak senang kepada perbuatan maksiat  dan munkarot karena dilarang melakukanya. Hanya senang dan cinta saja kepada maksiat dan munkarot, tidak membenci dan menjauhi, berarti melanggar perintah. Dan hanya membenci saja, tidak ada rasa senang sebagai itu makhluk, berarti melukai kepada makhluk. Melukai atau lebih-lebih menghina makhluk, berarti juga melukai kepada Kholiq Penciptanya.

Ada suatu hikayah, pernah kejadian, ada salah seorang Nabi ‘ala Nabiyyinaa wa’alaihis-sholaatu wassalam pada suatu ketika melihat seekor anjing yang maaf bermata empat dan menjijikan, Beliau Nabi tersebut-maaf berkata dalam hatinya “anjing kok bermata empat menjijikan sekali” Tak terduga-duga anjing itu menjawab “tuan mencaci saya, jijik terhadap diri saya, itu sama saja mencaci yang menciptakan saya” Nabi tersebut menjadi terkejut dan spontan lalu bertobat dengan memohon ampun kepada Allah.

Cinta atau senang maupun benci atau tidak senang itu harus di dasari LILLAH BILLAH, jika tidak dijiwai LILLAH BILLAH, otomatis dasarnya adalah nafsu LINNAFSI BINNAFSI. Dan jika Linnafsi Binnafsi pasti ada pamrih untuk kesenangan nafsu. Cintanya, cinta gadungan, cinta palsu, tidak mulus, tidak murni, bukan cinta sejati. Cinta sebab ada udang dibalik batu. Ini membahayakan. Jika apa yang menjadi daya tarik cinta itu hilang atau tidak kelihatan, menjadi tidak cinta lagi. Begitu juga benci atau tidak senang. Harus dijiwai LILLAH BILLAH. Jika tidak, berarti hanya nuruti kemauan nafsu, bukan sekedar dasar menjalankan perintah.

Seperti keterangan di atas, cinta kepada makhluk harus tidak sama cinta kepada Kholiq. Cinta kepada makhluk haruslah hanya sebagai realisasi atau pelaksanaan cinta kepada Kholiq. Atau sebagai manifestasi atau cetusan rasa cinta kepada Kholiq. Jangan sampai memadu cinta antara cinta kepada Kholiq dan cinta kepada makhluk. Berbahaya sekali. Lebih-lebih jangan sampai cinta makhluk sampai mengalahkan cintanya kepada Kholiq.

Allah telah berfirman: Artinya kurang lebih;

    “Katakanlah (Wahai Muhammad), jika bapak-bapak kamu sekalian dan anak-anak kamu sekalian dan saudara-saudara kamu sekalian dan suami istri kamu sekalian dan keluarga kamu sekalian, dan harta benda yang kamu sekalian kumpulkan, dan perniagaan yang kamu sekalian takut menderita rugi dan rumah tempat tinggal yang kamu sekalian senangi, jika semuanya itu lebih kamu sekalian cintai daripada Allah Wa Rasuulihi SAW dan dari pada berjuang dijalan Allah, maka bersiap-siaplah sampai Allah menurunkan perintah penyiksaan-Nya, dan Allah tidak akan memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik.” (9-At-Taubat-24).


Mari kita renungkan, kita koreksi diri kita masing-masing. Dan mari senantiasa usaha meningkatkan mahabbah kita kepada Allah Wa Rasuulihi  SAW.

    “Tidaklah sempurna iman salah satu dari kaum sekalian sehingga Aku lebih dicintai daripada dirinya sendiri, bertanya dan manusia semuanya.” (Riwayat Bukhori, Muslim Ahmad Tirmidzi. Dan Ibnu Majah dari Anas)


Jadi cinta kita kepada badan kita sendiri, kepada orang tua, kepada suami istri kepada keluarga dan lain-lain itu seharusnya hanya sebagai pelaksanaan atau cetusan rasa cinta kita kepada Allah Wa Rasuulihi SAW. Ini timbul dari hati yang senantiasa mengetrapkan LILLAH BILLAH LIRROSUL BIRROSUL  dan LILGHOUTS BILGHOUTS dan rajin melakukan Mujahadah serta memperbanyak tafakkur. Tafakkur di dalam ke-Agungan Allah, tafakkur kepada kebesaran, kemuliaan tentang keindahan-keindahan yang terdapat pada segenap makhluk Allah.

Mahabbatulloh dapat bertambah mendalam dan bertambah murni dengan siraman Mahabbatur-Rasul SAW. Dan Mahabbatur-Rasul SAW dapat menjadi subur antara lain dengan memperbanyak berangan-angan atau mengingat Rasuulullah SAW, dimana saja kita berada, dan memperbanyak membaca sholawat serta memperbaiki dan meningkatakan hubungan batin dengan Ghutsu Hadzaz Zaman RA. Diantaranya lagi, mempraktekan “Haqiiqotul Mutaaba’ati Rukyatul Matbu’Inda Kulli Syaiin”

Bersabda Rasuluullah SAW yang artinya:

“Barang siapa mencintai sesuatu, dia banyak menyebut-nybutnya.” (Riwayat Dailami dari Aisyah R.A)

“Perhatikanlah, tidak disebut iman orang yang tidak mempunyai rasa cinta…..” (Showi juz 3 halaman 4)

Jadi Mahabbatulloh dan Mahabbatur-Rasul SAW, itu merupakan pakunya iman. Iman tanpa mahabbah adalah iman yang goyah, tidak mantap. Hanya bagaikan plakat tempelan yang mudah luntur, mudah lapuk dan mudah mreteli(jawa).

Pangkuan iman dan mahabbah tidak cukup hanya dengan pernyataan lisan saja. Hanya menjadi kenyataan yang meresap kedalam, tembus di dalam hati dan buahnya dapat dilihat pada ahwal lahir. Ahwal atau tindakan lahir baik yang berhubungan di dalam maupun yang berhubungan kepada Allah Wa Rasuulihi SAW. Pengakuan iman dan cinta kepada Allah dan cinta kepada Rasuluullah SAW. Tetapi tidak ada kenyataan yang dapat dilihat pada haliyah lahir, jelas suatu pengakuan palsu dan pura-pura. Berat sekali akibatnya di akherat kelak.

    (Di surga tidak ada kenikmatan yang lebih tinggi dari pada kenikmatan orang-orang ahli mahabbah dan ma’rifat, dan di neraka tidak ada siksa yang lebih dahsyat, lebih mengerikan dari pada siksanya orang yang mengaku mahabbah dan ma’rifat tetapi tidak ada kenyataan). (Disebut di dalam Kitab Sirojut-Tholibin)


Jika orang sungguh-sungguh mahabbatulloh dan Mahabbatur-Rasul SAW, mestinya senang menjalankan apa saja yang diperintahkan Allah Wa Rasuulihi SAW, dan menjauhi apa saja yang dilarangnya. Amal ibadahnya sungguh-sungguh ikhlas tanpa pamrih, demi untuk mahbub yang dicintai. Senantiasa LILLAH!. Ia selalu ingat kepada mahbub yang dicintai dalam keadaan bagaimanapun juga.

Jadi selalu syukur. Ketika mengalami musibah hidup yang bagaimana saja, ia tetap sabar, ridho dan bahkan gembira, oleh karena yang menguji adalah mahbub yang dicintainya. Adapun yang hubungan yang didalam masyarakat, dengan sesama makhluk pada umumnya dia senantiasa takholluq biakhlaaqi Mahbuubihi. Berbudi pekerti meniru budi pekerti Allah Wa Rasuulihi SAW. Kasih sayang dan senang terhadap apa saja yang dikasihi mahbub-nya. Bersikap rouf rohim, senang memberi pertolongan kepada siapa saja. Tindak lakunya selalu menyenangkan dan membuahkan manfaat bagi masyarakat. Tidak menonjolkan diri, selalu tawadlu’ ramah tamah. Akan tetapi dimana perlu bertindak tegas patriotik dan heroik bersikap pahlawan di dalam membela kebenaran dan keadilan yang dikehendaki oleh mahbubnya yakni  Allah SWT Wa Rasuulihi SAW. “Yajtahidu fii sabiilillah” bersungguh-sungguh di dalam jalan Allah. Tidak hanya mencurahkan tenaga, harta dan apa saja yang dimilikinya demi buat yang dicintai.

Setangah dari pada tandanya cinta secara umum adalah sifat “cemburu” Cemburu terhadap orang lain yang ikut mencintai mahbubnya. Ini tanda-tanda cinta antar sesama manusia. Akan tetapi cinta kepada Allah Wa Rasuulihi SAW, justru sebaliknya dari itu. Ya cemburu,  akan tetapi sifat dan arahnya berbeda. Cemburu, kuatir dan resah hatinya melihat orang lain yang tidak cinta kepada Allah Wa Rasuulihi SAW. Maka ia berusaha agar orang lain ikut cinta kepada Allah Wa Rasuulihi SAW. Kalau perlu dengan segala pengorbanan apa yang ada pada dirinya di curahkan demi orang lain ikut cinta kepada Allah Wa Rasuulihi SAW.
Mahabbah atau cinta itu ada tingkat-tingkat ukuran dan kualitasnya.

    (1)    Mahabbah Sifatiyah  
    (2)    Mahabbah Fi’liyah 
    (3)    Mahabbah Dzatiyah 
     
    MAHABBAH SIFATIYAH


Cinta sebab tertarik kepada sifat-sifat dari yang di cintai. Gagah, cantik, simpatik, lincah, pandai dan sebagainya. Cinta macam begini ini mudah berubah-ubah, mudah kena pengaruh. Jika sifat-sifat yang menjadi daya tarik itu hilang atau berubah atau tidak kelihatan, maka cintanyapun berubah bahkan bisa hilang sama sekali. Bahkan mungkin bisa berubah menjadi kebencian.

MAHABBAH FI’LIYAH

Cinta karena tertarik oleh perkerjaan atau jabatan atau kekayaan orang yang dicintai. Cinta semacam ini juga tidak wantek, mudah berubah-ubah seperti halnya mahabbah sifatiyah, yang wantek adalah:

MAHABBAH DZATIYAH

Cinta kepada dzatnya atau wujudnya yang dicintai, bagaimanapun keadaaandan rupa serta bentuknya. Inilah cinta sejati.

Mahabbatulloh Wa Mahabbatur-Rasul SAW, seharusnya berkumpulnya ketiga macam cinta tersebut. Ya mahabbah sifatiyah, mahabbah fi’liyah ya mahabbah dzatiyah. Dan ini dapat ditumbuhkan di dalam hati dengan latihan-latihan, memperbanyak tafakkur dan rajin MUjahadah. Tafakkur berfikir terhadap sifat JAMAL, sifat JALAL dan sifat KAMAL Allah SWT. Berfikir tentang keluhuran budi dan kemuliyaan Rasuulullah SAW, kepada jasa-jasanya yang tidak dapat kita gambarkan besar dan agungnya itu.
Disamping melatih mahabbah yaitu sperti orng jawa “Witing trisno jalaran songko kulino” (= permulaan cinta itu tumbuh dari kebiasaan). Ini di terapkan sebagai latihan hati. Melihat bekasnya (Jawa-labet) mahbub kelihatan orangnya. Melihat pakaianya kelihatan orangnya. Mendengar suaranya kelihatan orangnya dan seterusnya.

Begitu itu kita terapkan untuk melatih hati kita cinta kepada Allah Wa Rasuulihi SAW. Segala makhluk ini adalah kepunyaan Allah dan jiwa Rasuulullah SAW. Maka melihat, mendengar, merasa makhluk, seharusnya langsung ingat kepada Allah Wa Rasuulihi SAW. Dengan melatih hati seperti itu dalam setiap  apa saja yang kita hadapi, insya Allah lama-lama akan tumbuh tunas-tunas mahabbatulloh wa mahabbatur-Rasul SAW. Sehingga betul-betul lebur tenggelam di dalam mahbub. Dikatakan :

    “CInta yang sejati yaitu apabila engkau menjadi lebur kedalam yang engkau cintai.” (mualif Shalawat Wahidiyah).


Didalam Kitab Syarakh Al Hikam Ibnu ‘Ibad juz 11 hal. 63 dikatakan:

    “Hakikat cinta adalah sekiranya engkau meleburkan seluruh dirimu demi untuk orang yang engkau cintai sehingga tidk ada sesuatupun dari engkau yang tertinggal untuk dirimu sendiri.”


Semoga kita termasuk golongan orang-orang yang mencintai Allah Wa Rasuulihi SAW dan dicintai Allah Wa Rasuulihi SAW. Amin!.

    Yaa Ilaahii, aku bukanlah orang yang ahli syuhud kepada-MU, tetapi aku tiada tahan berada dineraka jauh dari-MU. Maka limpahkanlah rahmat-kasih-MU kepadaku, duhai Tuhanku yaa Ilaahii, dan jadikanlah aku orang yang ahli ibadah disisi-MU. Dengan keagungan (Kanjeng Nabi SAW) al musthofa yang sebaik baik manusia, limpahkanlah shalawat serta salam kepada-NYA dengan kelimpahanyang berlipat-lipat. Amin!.




RIDLO

Ridlo yakni merasa puas terhadap qodlok-qodarnya AllAh biar bagaimanapun keadaanya. Ridlo termasuk adab dan ibadah yang paling tinggi nilainya.
    “Dan keridloan dari AllAh itu paling agung” (9-At-Taubat-72)

Kepada para sahabat Nabi SAW. Kepada para Auliya, para ‘Arifin dan para Sholihin kita biasa memberikan kata penghormatan dalam bentuk do’a rodliyallohu ta’ala anhum. Semoga Allah ta’ala meridloi mereka.

Barangsiapa ingin mendapat ridlo Allah, harus ridlo kepada Alloh. Kanak-kanak di SD atau Madrasah di beri pelajaran menghafal : (Aku rela Allah sebagai Tuhanku, Islam sebagai Agamaku, Kanjeng Nabi Besar Muhammad SAW sebagai Nabiku).

Ini perlu sekali diterapkan di dalam hati, tidak hanya di hafal saja. Hanya ada dua kemungkinan. Kalau tidak diridloi ya dikecam, di bendu atau di murkai Allah. Tidak ada yang setengah-setengah, dikecam dan setengah diridloi tinggal memilih yang mana, itu terserah pribadi kita masing-masing. Jika ingin diridloi Allah, harus ridlo kepada Allah. Di kodar menderita sakit, di kodar mengalami ekonomi seret, sulit mencari pekerjaan, menghadapi problem-problem rumah tangga dan keluarga, menghadapi masalah pendidikan, masalah perjuangan dan lain-lain harus ridlo kepada Allah merasa puas selalu didalam hati menghadapi keadaan seperti itu.

Tidak boleh menyesal, menggerutu, nggersulo dan sebagainya. Sekalipun arahnya nggersulo atau rasa tidak puas itu kepada makhluk. Sebab segala-galanya itu tidak lepas dari Allah SWT yang menciptakan. Kita harus selalu puas dan sadar kepada Allah yang member I segala-galanya itu.

Sesungguhnya segala keadaan yang dialami manusia baik keadaan yang menyenangkan maupun yang tidak menyenangkan, segalanya itu harus disadari sesungguhnya adalah rahmat kasih Allah SWT kepada hamba-Nya. Yaitu untuk melindungi hamba-Nya agar tidak jauh-jauh dari Allah, agar hamba-Nya selalu dekat kepada-Nya. Supaya senantiasa Fafiruu Ilalloh Wa Rasuulihi SAW. Sebab kalau hamba selalu jauh dari Allah Tuhanya, jangan-jangan di caplok atau pasti di caplok oleh imperialis nafsu yang sangat ganas dan jahat sehingga si hamba tersesat, menderita kehancuran dan kesengsaraan. Itu tidak di kehendaki oleh Allah yang Rahman Rahim terhadap hamba-Nya. Mari kita sadari selalu “ROHMAT KASIH” Allah SWT itu. BISMILLAHIR ROHMAANIRROHIM. Dengan nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.

Disamping ridlo, jangan sampai tinggalkan ihktiar. Ikhtiar atau usaha mencari jalan keluar dari kesulitan dan kesusahan yang di hadapinya. Atau usaha kepada keadaan yang lebih baik!. Tapi harus selalu tetap tawakal. Jangan sampai mengandalkan atau membanggakan usahanya. Dan di dalam ikhtiar itu harus selalu dijiwai LILLAH BILLAH. Hanya ridlo saja tidak ikhtiar, tidk usaha mencari jalan keluar padahal ada kesempatan dan kemampuan, itu melanggar perintah.

Berarti tidak melakukan ibadah lewat bidang ikhtiar yang disertai niat LILLAH. Dan ikhtiar itupun harus lahir dan batin. Keduanya harus di jalankan sebesar kemampuan. Hanya ikhtiar lahir saja besar kemungkinan bisa tersesat salah jalan jika tidak mendapat hidayah dari Allah SWT. Dan hanya ikhtiar batin saja namanya kurang lengkap mengisi bidang-bidang yang harus disi. Yang dimaksud ikhtiar batin disini ialah berdo’a memohon kepada Allah SWT. Sekali lagi, di dalam ikhtiar baik ikhtiar lahir, maupun ikhtiar batin, tidak boleh mengandalkan atau menjagakan ikhtiarnya. Harus tetap, tawakal seperti sudah di bahas di bab sabar.

Jadi kesimpulanya, sabar, ridlo, ikhtiar, dan tawakal harus selalu bergandengan di dalam pengetrapan dalam hati. Seperti halnya di dalam Ikhlas dan sabar.
“Ridlo itu meninggalkan (perasaan) ridlo di dalam keadan ridlo”
Artinya, ridlo tetapi tidak merasa berbuat ridlo, melainkan merasa BILLAH. “LAAHAULA WALAAQUWWATA ILLA BILLAH”

Seperti di katakan di atas, yang dimaksud ikhtiar batin adalah berdo’a, memohon kepada Allah SWT. Bukan pergi ke dukun-dukun atau menggunakan mantra-mantra dan sebangsanya.
Orang yang selalu ridlo otomatis hidupnya senang dan tentram. Tidak gampang menyesali, tidak menggerutu, tidak ngoyo, tidak ngongso-ongso. Dia selalu puas dan gembira menghadapi segala situasi dan kondisi hidupnya, ibaratnya sperti falsafahnya itik. Berenang di atas air yang dangkal maupun air yang dalam, tetap stinggi dadanya. Hidupnya ayem tetntrem, tidak bingung, tidak kuatir, tidak takut melainkan hanya kepada Allah. Hatinya senantiasa madep(menghadap) kepada Allah SWT.

Sebaliknya orang yang tidak ridlo atas qodlok qodarnya Allah, pasti gampang nggersulo, gampang menyesal dan gampang emosi. Padahal qodlok qodarnyaAllah tidak bisa berubah dengan tidak ridlonya si hamba. Bahkan selain itu. Orang yang tidk ridlo. Dikecam habis-habisan oleh Allah bahkan di usir tidak di akui sebagai hamba-Nya seperti di sebutkan di dalam Hadits Qudsi di muka (shobar)

“ANALLOHU LAA ILAAHA ILLA ANAA: MAL-LAM YASKUR NA’MAAII WALAM YASHBIR ‘ALA BALAII, WALAM YARDLO BIQODLOO-II, FALYATTAKHIDZ ROBBAN SIWAAII”

Wallahu'alam