Minggu, 11 Juli 2010

Tenggelam dalam lautan Shalat

Salah satu pilar terpenting dalam Islam adalah shalat. Dibanding dengan berbagai ritual peribadatan Islam yang lain, shalat adalah ritual yang paling bisa menjangkau keseluruhan umat. Sebab, shalat merupakan kewajiban setiap muslim selama akal serta kesadaran mereka masih normal. Bahkan karena pentingnya shalat ini, maka kaum muslimin mengenal berbagai model shalat untuk berbagai situasi. Ada yang bersifat ’azimah. Yaitu shalat yang dilakukan tanpa ada perubahan dari petunjuk awal. Ada shalat jama’. Yaitu shalat dimana seseorang mengumpulkan dua shalat dalam satu waktu. Ada shalat qhasar, dimana seseorang melakukan shalat lebih sedikit rekaatnya dari ketentuan awal. Ada shalat khauf, yaitu shalat yang mereka lakukan saat di medan perang. Ada shalat mariadh, bagi mereka yang sakit.

Sementara berbagai ibadah lain hanya diwajibkan ketika seseorang memiliki kemampuan dengan standar tertentu. Haji atau zakat misalnya, hanya diwajibkan atas orang-orang kaya dan mampu. Puasa,  hanya dilakukan oleh mereka yang secara kesehatan mampu. Jihad pun demikian. Jihad di fardhukan ketika kaum muslimin dalam keadaan diserang. Dan mereka yang di perbolehkan berjihad hanyalah mereka yan secara fisik sehat dan mendapat izin dari orang tua.

Dalam Al Qur’an terdapat banyak sekali ayat-ayat yang berkaitan dengan shalat. Di antara kelima rukun Islam, shalat adalah rukun yang paling banyak disinggung di dalam Al Qur’an. Perintah shalat lima waktu diterima oleh Rasulullah SAW secara langsung dari Allah SWT ketika mi’raj. Dalam sebuah riwayat, bahwa di akhir kehidupan Beliau , Rasulullah SAW bersabda, ”shalaah, shalaah, shalaah”  (ingatlah shalat, ingatlah shalat, ingatlah shalat).

Banyak sekali hadits-hadits yang menerangkan pentingnya shalat, sebagian menerangkan kedudukan shalat, keutamaan shalat, dan tata cara shalat. Karena itulah, berkenaan dengan shalat, Hadratul Mukaron Romo K.H. Abdul Latif Madjid RA memberikan bimbingan bahwa di dalam shalat itulah maqam dimana para hamba-Nya menghadap kepada Allah, menjalin kasih sayang dengan-Nya. Dan didalam shalat itu pulalah Allah memberikan nur ma’rifat dan berbagai ilmu, terutama bagi para muridun. Karena itu, bab shalat ini harus diutamakan.

Kedudukan shalat dalam Islam

Sesungguhnya shalat mempunyai kedudukan yang tinggi disisi Allah SWT yang tidak dimiliki oleh ibadah-ibadah yang lain sebagaimana yang dijelaskan dalam Al Qur’an dan As Sunah. Kedudukan-kedudukan tersebut antara lain adalah sebagai berikut;
    Pertama, shalat sebagai tiang penyangga (agama Islam). Suatu bangunan tidak akan berdiri dan tegak kecuali dengan adanya tiang penyangga yang kokoh.
      ”Shalat adalah tiang agama. Maka barangsiapa yang mendirikan shalat, dia telah mendirikan agama, namun bagi siapa saja yang meninggalkan shalat berarti dia telah menghancurkan agama.” (HR. Baihaqi).
    Kedudukan shalat juga mendapat tempat yang tinggi setelah mengucapkan syahadatain sebagaimana sabda Rasulullah SAW:
      ”Islam dibangun di atas lima dasar, yaitu: persaksian bahwa tiada Ilah yang berhak untuk diibadahi/disembah selain Allah dan bahwasanya Muhammad Adalah utusan Allah, menegakan shalat, menunaikan zakat, berpuasa di bulan Ramadhan dan haji ke Baitullah.”(Muttafaqun ‘alaihi).
    Kedua, shalat adalah induk ibadah dan ketaatan yang paling utama. Hal ini dikarenakan banyaknya nash-nash dari Al Qur’an yang memerintahkanya, menjaganya dengan melaksanakanya tepat waktu dan menunaikanya dengan baik, sebagaimana firman Allah:
      ”Peliharalah segala shalatmu dan peliharalah shalat wustha.”(QS. Al Baqarah: 238).
    Shalat juga merupakan ibadah yang pertama kali dimintai pertanggung jawabanya dari manusia pada hari kiamat kelak.
      ”Sesungguhnya amal ibadah seseorang yang paling pertama kali dihisab adalah shalat. Jika shalatnya dinilai baik, maka bahagia dan tenanglah dia. Namun jika shalatnya rusak, maka rugi dan sengsaralah dia. Adapun jika diantara shalatnya ada yang kurang sempurna, maka Allah azza wa jalla berfirman: Periksalah kembali wahai malaikat, apakah dia suka melaksanakan shalat sunah? Jika ada, sempurnakanlah shalatnya dengan shalat sunahnya tersebut! Seperti itulah perhitungan amal ibadah yang lain.” (HR. Tirmidzi, Ahmad dan Nasa’i).
    Ketiga, Shalat merupakan garis pemisah antara keimanan dan kekufuran. Ia adalah sesuatu yang membedakan antara orang-orang yang beriman dengan orang-orang inkar, sebagaimana ditegaskan oleh Rasulullah SAW dalam haditsnya:
      “Batas antara seseorang dengan kekufuran adalah meninggalkan shalat.”(HR. Nasa’i, Tirmidzi dan Ahmad. Hadits Hasan).
    Ini menunjukan pentingnya kedudukan shalat dalam kehidupan seorang Muslim  dan masyarakat Islam. Al Qur’an juga menganggap bahwa menelantarkan atau mengabaikan shalat itu termasuk sifat-sifat orang yang tersesat dan menyimpang. Adapun terus-menerus mengabaikan shalat dan menghina keberadaanya, maka itu termasuk cirri-ciri orang kafir. Allah SWT berfirman:
      ”Jika dikatakan kepada mereka, taatlah dan kerjakanlah shalat, maka mereka enggan mengerjakanya.” (Al-Mursalat: 48).
    Keempat, shalat merupakan senjata ampuh bagi manusia untuk mencegahnya dari perbuatan keji dan munkar. Hal ini sebagaimana firman Allah  SWT:
      “Sesungguhnya shalat itu mencegah manusia dari perbuatan keji dan munkar.”(QS. Al-Ankabut: 45).
    Dari ayat ini, Allah sesungguhnya telah memberikan janji kepada kaum beriman bahwa dengan shalat  perilaku seseorang pasti akan  berubah menuju kebaikan. Dalam kaitan dengan upaya mengatasi krisis multidimensi bangsa, shalat merupakn alat yang sangat ampuh untuk memperbaiki kualitas bangsa agar lebih bermutu. Terutama dari aspek moralitas.


Menuju shalat yang berkualitas

Seringkali dijumpai kenyataan bahwa ada seseorang yang sudah melakukan shalat, namun berbagai bentuk kemunkaran tetap ia lakukan, seperti mabuk-mabukan, judi dan sebagainya. Yang menjadi pertanyaanya adalah; mengapa ibadah shalat yang dilakukan seolah-olah tidak ada dampaknya dalam keseharian?
Ada beberapa faktor mengapa itu semua bisa terjadi.

    Pertama, adalah tidak berpengaruhnya shalat terhadap perbaikan perilaku seseorang karena antara lain ia mengkomsumsi barang haram dan memakai barang haram tersebut dalam ibadah shalatnya. Mereka menganggap bahwa halal dan haram bukanlah sesuatu yang penting. Yang penting bagi mereka adalah bagaimana mengumpulakn harta sebanyak-banyaknya. Masalah halal-haram rezeki adalah masalah yang sangat penting dalam kehidupan seseorang. Karena pentingnya peranan rezeki dalam kehidupan, hingga Allah memerintahkan kepada Rasul untuk mendahulukan harta halal dari pada melakukan amal kebaikan. Allah berfirman:
      ”Wahai para Rasul, makanlah makanan yang baik dan kemudian beramallah kalian dengan amalan yang baik.”(QS. Al Mu’minuun: 51).
    Rasulullah SAW juga bersabda:
      ”Mencari harta halal adalah wajib bagi setiap orang Islam.” (HR. Ath Thabrani/Dhoif).
    Seseorang yang nafkahnya bersumber dari rezeki yang halal pastilah akan menjadi manusia yang cenderung kepada kebaikan. Dan ketika tubuh yang tumbuh dari harta halal tersebut digunakan untuk shalat, maka akan mudah tumbuh kekhusyu’an dalam melaksanakan shalat. Namun sebaliknya, jika tubuh seseorang bersumber dari harta haram, pastilah tubuh tersebut akan selalu cenderung untuk melaksanakan kemaksiatan. Sehingga ketika tubuh tersebut digunakan untuk shalat, maka akan timbul gejolak pemberontakan dari nafsunya yang mengakibatkan hilangnya kekhusyu’an didalam shalat. Bukan hanya itu saja. Bila harta tersebut menjadi kendaraan, maka kendaraan tersebut akan selalu menggerakan pemakainya untuk senantiasa menuju ketempat-tempat maksiat. Ketika uang haram tersebut digunakan untuk membeli makanan dan minuman, maka makanan dan minuman tersebut akan menimbulkan penyakit dalam tubuh, menurunkan kecerdasan serta menyebabkan tumbuhnya berbagai perilaku yang merusak. Karena itulah, Rasulullah SAW bersabda:
      “Setiap daging yang tumbuh dari harta haram, maka daging itu paling layak untuk menjadi santapan api neraka.”(HR. At Tirmidzi).
    Dan harta yang haram ini ketika digunakan untuk beribadah, maka ibadah itupun akan menjadi ibadah yang ditolak oleh Allah SWT. Dalam hal ini, Rasulullah SAW bersabda:
      “Barangsiapa yang membeli baju 10 dirham dan didalam pembayaranya satu dirham haram, maka Allah tidak akan menerima shalatnya selama pakaian haram itu masih ada padanya.” (HR. Ahmad/Dhaif).
    Karena itu, harta atau sebuah makanan haram, persoalanya bukan hanya pada masalah hukum semata. Namun harta haram sangat erat kaitanya dengan perilaku manusia, ketenangan hati manusia serta kualitas manusia. Kedua, niat yang tidak ikhlas. Ibadah yang dilakukan tidak ikhlas sama sekali tidak bernialai disisi Allah SWT. Ibadah yang dilakukan hanya simbolis belaka. Namun sasaran peribadahan tersebut bukan Allah, tapi perhatian makhluk. Ibadah model ini dalam bahasa agama disebut dengan riyya’ (pamer). Ketiga, melaksanakan shalat tanpa mengikuti tata cara yang benar. Mungkin wudhunya yang salah. Mungkin rukun dan syarat-syaratnya tidak lengkap. Karena itulah, bagi seorang muslim, mempelajari agama sangatlah penting didalam kehidupan. Dengan demikian, ia bisa melakukan shalat secara lebih sempurna dan berkualitas. Alangkah bijaksananya Rasulullah SAW yang telah bersabda:
      ”menuntut ilmu itu wajib bagi tiap-tiap muslim.” (HR. Al Bayhaqi/Shahih).
    Menuntut ilmu itu wajib. Tingkat kewajibanya berbeda-beda sesuai dengan tingkat kepentingan obyek dari ilmu tersebut, Ilmu tentang shalat lebih penting untuk diketahui oleh tiap-tiap muslim daripada ilmu tentang pesawat misalnya. Karena itulah, bagi tiap-tiap muslim upaya untuk mengetahui tatacara shalat secara baik, benar dan sempurna sangatlah penting agar shalat memilki mutu yang tinggi. Mereka yang melaksanakan shalat secara baik dan benar, secara tepat waktu dan dengan menghayati makna yang terkandung didalam shalat, insya Allah dia tidak terjerumus kedalam kekejian dan kemunkaran dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat. Keempat, menjaga anggota tubuh dan terutama mata dari kemaksiatan. Memandang wanita atau pria yang bukan muhrim akan menggelapkan hati yang menyebabkan hilangnya kekhusyu’an didalam shalat. Allah telah memberikan bimbingan secaa jelas dengan firmanya:
      ”Katakanlah (wahai Muhammad) kepada kaum mukmin agar mereka menundukan pandangan dan menjaga kemaluan mereka. Yang demikian itu lebih suci (menambah kebaikan) bagi mereka. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa-apa yang mereka perbuat.” (QS. An Nuur: 30).
    Dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW juga bersabda:
      ”Sesungguhnya memandang kepada kebaikan/ keindahan wanita adalah salah satu panah beracun diantara panah-panah iblis. Maka barangsiapa yang meninggalkanya, Allah akan memberikan rasa (keindahan) yang membahagiakan didalam hatinya.” (HR. Al Hakim/Shahih).
    Imam Al Ghazali R.A. berkata,
      ”Kemudian wajib atas engkau, semoga Allah menolongmu dan menolong kami, untuk menjaga mata. Sesungguhnya mata adalah sebab tiap-tiap fitnah dan bahaya.” (Matan Minhajul Abidin ma’a Syarhihil lil jamsi hal. 354-356).


Dengan menghindari dari memandang hal-hal yang diharamkan tersebut, otomatis hati juga akan selalu bersih dari kesan-kesan kemaksiatan. Dan hal ini tentunya sangat membantu seseorang dalam mencapai kekhusyu’an didalam shalat. Wallahu’alam

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar