Hidup adalah perjuangan dan perburuan. Kita memang berburu bahagia, berjuang melawan godaan syetan dan imperialis nafsu. Bersaing dengan sesama makhluk. Meski sejatinya kita sendiri adalah buruan. Diburu kematian, diburu oleh nafsu dan syetan. Karenanya, menjadikan setiap waktu dan kesempatan untuk memperbaiki diri dan mendekat kepada Allah wa Rasulihi SAW adalah jalan yang paling baik sebelum dijemput oleh kematian dan diterkam oleh nafsu dan syetan.
Dalam nasehatnya yang sangat dalam, Umar bin Abdul Azizi RA berkata,
- ”Wahai sekalian manusia, sesungguhnya kalian semua itu adalah buruan. Yang akan di buru oleh kematian. Tidaklah kalian mendapatkan sebuah nikmat kecuali kalian akan meninggalkanya dengan yang lain. Adakah suapan makanan yang tak dihilangkan oleh tegukan air. Kemarin adalah saksi yang diterima persaksianya. Ia akan mengejutkan kalian rahasia dan hikmahnya. Sedang hari ini seperti kekasih yang segera kita ucapkan selamat berpisah. Sedang esok akan datang dengan segala isinya. Kemanakah larinya buruan yang ada ditangan pemburunya? Tidak ada yang lebih kuat dari pemburu, dan tidak ada yang lebih lemah dari yang diburu. Kalian ini musafir, kalian akan melepas kendaraan kalian tidak di kampung dunia ini. Kalian adalah cabang-cabang dari pokok-pokok yang telah berlalu. Maka adalah keabadian bagi cabang-cabang yang telah pergi pokoknya.”
Nasehat Umar bin Abdul Aziz RA itu menggambarkan bahwa upaya meningkatkan kualitas diri agar semakin dekat kepada Allah adalah pilihan setiap saat. Tidak saja disaat-saat sedih belaka. Sebab bila kemarin waktu luang yang kita miliki terlewatkan, ia akan menjadi saksi yang memberatkan di pengadilan Allah kelak, bahkan ia akan menuntut pertanggung jawaban kita di hadapan Hakim Yang Maha Agung.
Maka setiap waktu dan kesempatan yang datang kepada kita, kita jadikan sebagai ruang kita untuk beramal dan berbuat baik. Ibarat sawah atau ladang, ia adalah tempat kita menanam benih, hingga tumbuh menjadi besar, menghasilkan buah dan memberi kesejukan. Begitulah, setiap waktu dan kesempatan hendaknya di fungsikan sebagai medan beramal dan berbuat baik. Imam Al Ghazali RA berkata,
- ”Yang bisa mengisinya dengan hal-hal yang baik, baginya waktu menjadi kawan. Begitu juga sebaliknya, yang tidak bisa mengisi dengan hal-hal yang baik, waktu adalah lawan.”
Waktu adalah karunia yang wajib kita syukuri. Islam memandang waktu seorang muslim sebagai nikmat yang sangat besar yang harus dimanfaatkan. Ia merupakan kesempatan emas untuk menyiapkan energi baru, beramal ibadah, membekali diri dengan berbagai kebaikan, sebelum diburu oleh kematian.
Perhatian Islam terhadap waktu memang demikian besar. Tidak saja soal pemanfaatanya, tapi juga dalam hal pengalokasian. Karenanya, pada masa generasi sahabat, masalah pemanfaatan waktu ini menjadi perhatian utama para penerus perjuangan Rasulullah SAW tersebut. Salah satunya adalah Sayyidina Umar bin Khatthab RA. Konon, Ketika ia mendapati dirinya sesaat saja lalai tidak melakukan amal yang bernilai ibadah kepada Allah, sontak ia langsung mencambuki tubuhnya dengan pecut yang dibuatnya sendiri. Hingga setelah kematianya, para sahabat yang memandikan jasadnya, mendapati guratan-guratan hitam di tubuhnya bekas cambukan.
Di dunia ini, sesungguhnya tidak ada orang ‘sukses’ yang tidak disiplin dalam pemanfaatan waktu. Sekecil apapun. Mereka saat ini yang kita lihat ‘jaya’, adalah mereka yang pada awalnya adalah orang-orang yang cerdas dan pandai menggunakan waktu dan kesempatan. Baik dalam belajaranya, dalam bekerjanya, dan dalam segala aktivitas keseharianya. Demikian juga para kekasih Allah, para muqarrabun, para Sultanul Auliya’ adalah para priyantun agung yang berhasil memanfaatkan waktu-waktu luangnya untuk terus munajat dan riyadhah kepada Allah. Siang dan malam. Dalam kondisi dan situasi apapun dan bagaimanapun. Bahkan dikatakan, tidak ada waktu sedetikpun bagi mereka yang tidak digunakan untuk ibadah dan audensi kepada Dzat Yang Maha Hidup.
Bagi kita pengamal wahidiyah, setidaknya ada tiga jenis yang harus kita tata pemanfaatanya dalam menjalani kehidupan ini:
- Pertama; Waktu untuk melakukan aktivitas ibadah (secara umum).
Kedua: Waktu untuk bekerja dan melakukan aktifitas keseharian,
dan Ketiga; waktu untuk istirahat.
Meski sebenarnya ketiga-tiganya bisa bernilai ibadah dihadapan Allah SWT apabila dalam pelaksanaanya diniati Lillah semata-mata niat mengabdikan diri kepada Allah. Taqarruban ilallah. dan itulah sebaik-baik waktu. Sebagaimana dikatakan dalam kitab Al Hikam:
- ”Sebaik-baik waktu dalam hidupmu adalah ketika kamu dalam keadaan sadar kepada Allah, merasa dan mengakui kebutuhanmu serta kembali kepada adanya kerendahan dirimu.”
Nah, jika kita tidak ingin menjadi buruan nafsu dan syetan, mari kita gunakan waktu-waktu kita untuk taqarruban ilallah wa Rasulihi SAW. Allahu a’lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar