Rabu, 30 Juni 2010

Semua Hanya Karena Allah SWT


Manusia adalah makhluk yang paling sempurna di antara ciptaan Allah yang lain. Banyak kelebihan yang dimiliki manusia dari pada makhluk lain. Baik kelebihan fisik dan non fisik. Yang paling agung kelebihan itu Adalah Allah menciptakan manusia dengan hati sebagai motor  penggerak dan akal sebagai dewan pertimbangan untuk melakukan apa yang seharusnya dikerjakan dan apa yang seharusnya ditinggalkan. Atau, untuk dapat memilih mana yang baik dan mana yang buruk.
Berbekal itu semua, manusia tercipta ke dunia diberi tanggung jawab moral atau spiritual mengatur kehidupan dunia, termasuk mengatur dirinya sebagai Khalifah (wakil) Allah di muka Bumi. Hingga menjadi kehidupan yang baik dan benar yang di ridhai Allah Tuhan Semesta Alam.
Di dalam menjalankan fungsinya sebagai khalifah Allah di bumi, manusia tidak bebas begitu saja tanpa arah, melainkan harus mengikuti haluan garis besar pokok yang ditinjau oleh manusia. Yakni hanya mengabdi (beribadah) kepada Allah sebagai Tuhan Maha Pencipta. Firman Allah:


    ”Dan tiada Aku menciptakan jin dan manusia melainkan agar supaya beribadah mengabdikan diri kepada-Ku.” (QS. Ad Dzariyat: 56).


Dengan ini jelas sekali bahwa fungsi dan tujuan hidup manusia di setiap gerak dan tingkah lakunya selama 24 jam terus menerus adalah untuk mengabdi dan beribadah kepada Allah. Atau, manusia hidup hanya untuk berbuat sesuatu yang bernilai pengabdian kepada-Nya.

Bentuk ibadah (pengabdian) dalam ayat ini sangatlah luas cakupanya, meliputi segala aspek kehidupan manusia. Baik yang berhubungan langsung dengan Allah (hablum minallah) atau yang berhubungan dengan manusia (hablum minannas). Bentuk ibadah atau pengabdian kepada Allah tidak hanya dengan shalat, puasa, zakat, haji,  dan umroh saja. Akan tetapi amal-amal baik lainya juga merupakan bentuk ibadah kepada Allah SWT. Bahkan seluruh perbuatan apa saja asal tidak dilarang oleh syari’at Islam, tidak melanggar undang-undang yang berlaku, dan tidak merugikan diri dan orang lain, seperti makan, minum, dan tidur, atau dalam hidup bermasyarakat, dan bernegara, bisa bernilai ibadah manakala diniati semata-mata untuk mengabdikan diri kepada Allah (Lillah).
Kalau hidup manusia tidak di arahkan untuk pengabdian kepada Allah, berarti manusia telah menyimpang dari haluan hidup yang telah di gariskan oleh Allah seperti yang di maksud dalam ayat di atas. Dan berarti pula dosa besar yang harus di tobati.

Saat ini, kita sadari atau tidak bahwa semua gerak dan perilaku kita yang penting bukan perbuatan maksiat yang dilarang oleh Allah bisa bernilai pengabdian kepada Allah, kalau kita pandai mengatur dan meluruskan niat; yaitu niat untuk ibadah kepada Allah (ikhlas karena Allah) atau niat untuk mengikuti perintah-Nya (Lillahi Ta’ala). Mau makan, mau minum, mau tidur, karena Allah, hidup bernegara karena Allah, dan sebagainya. Tentunya niat itu tempat penerapanya dalam hati, atau betul-betul merasakan dan menghayati apa maksud dan tujuan kita berbuat. Rasulullah SAW bersabda:


    ”Sesungguhnya amal perbuatan itu di tentukan menurut niatnya, dan sesungguhnya bagi seseorang itu tergantung pada apa yang ia niatkan; maka siapa yang berhijrah semata-mata karena taat kepada Allah dan Rasulullah, maka hijrah itu diterima oleh Allah dan Rasul-Nya. Dan siapa yang berhijrah karena keuntungan dunia yang dikejarnya atau karena perempuan yang akan dikawininya, maka hijrahnya terhenti pada apa yang ia niatkan kepadanya.” (HR. Bukhari dan Muslim).


Semua karena Allah. Jadi kita dituntun untuk benar-benar melaksanakan pernyataan yang kita baca pada setiap sholat:


    ”Sesungguhnya  shalatku, ibadahku, hidup dan matiku adalah untuk Allah Rabbul Alamin.”


Serta menerapkan apa yang sering kita baca dalam surat Al Fatihah ayat 4:


    ”Hanya kepada-Mu aku mangabdikan diri.”


Sekali lagi, semua perbuatan kita sangat tergantung pada niat pelakunya; untuk dan atau karena Allah atau karena yang lain. Jika Allah (Lillah) maka tercatat sebagai ibadah. Namun bila karena hal-hal yang lain seperti karena ingin pahala, ingin masuk surga atau takut neraka, ingin di puji orang lain, ingin di angkat derajatnya, ingin dinaikan pangkatnya, ingin di naikan gajinya, dan keinginan-keinginan lain, maka semua usaha dan perilakuknya hanya sebatas mendapatkan itu, tak lebih dari tiu. Artinya tak ada nilai pengabdian (ibadah) di hadapan Allah SWT.

Sebaliknya, kendatipun amal perbuatan itu berupa amal yang jelas-jelas tampak berhubungan langsung dengan Allah, tetapi kalau tidak niat karena Allah, maka amal itu tidak ada nilai ibadahnya. Kelihatanya Shalat padahal tak ada nilainya. Kelihatanya Puasa juga tak punya nilai ibadah. Justru amal yang kelihatanya duniawi yang bukan bentuk ibadah, bisa bernilai ibadah di hadapan Allah kalau niatnya lurus karena Allah semata. Seorang Shufi pernah berkata:


    ”Betapa banyak dari amal yang bersifat duniawi dapat menjadi perbuatan amal bersifat ukhrawi (bernilai ibadah) karena baiknya niat (lurus karena Allah). Dan berapa banyak pula perbuatan amal yang kelihatanya ukhrawi namun bernilai duniawi (tidak tercatat ibadah oleh Allah).”


Jadi, semua perilaku memiliki nilai yang berharga di hadapan Allah, kalau kita betul-betul niat lurus mengabdi kepada Allah bukan karena tendensi yang lain. Bukankah Allah menciptakan alam dan isinya tidak sia-sia, termasuk perbuatan manusia? Semua memiliki nilai dihadapan-Nya. Meski nilai itu ada yang baik (ibadah) dan ada juga yang jelek.

Kalau dipersembahkan untuk Allah maka amal itu jadi ibadah dan akan mendapat balasan yang setimpal. Tapi kalau tidak karena Allah maka jadi jelek bahkan tak ada nilainya, walaupun bentuknya tampak baik. Karena tidak punya roh atau jiwa. Bagai jasad yang mati, tak berguna. Dalam kitab Al-Hikam, Syekh Ibnu Athoillah Al-Sakandari berkata:


    “Amal itu adalah hanya sebagai gambar hidup yang berdiri sedang jiwa (rohnya) adalah wujudnya rahasia ikhlas dalam amal-amal perbuatan itu.” (Al Hikam I: 11).


Jadi, amal apa saja jika tidak ada jiwa ikhlas (murni karena perintah Allah) berarti tidak hdup, bagaikan bangkai yang tidak membawa manfaat sama sekali. Tapi kalau amal itu dijiwai dengan keikhlasan, maka amal itu jadi hidup yang bisa memberi penerangan dan menyinari bagi yang lain. Rasulullah SAW bersabda:


    ”Berbahagialah orang-orang yang (beramal dengan) ikhlas, mereka ibarat lampu-lampu petunjuk atas segala fitnah yang diserupakan dengan kegelapan, menjadi kelihatan jelas dari (karena) mereka.” (HR. Abu Na’im dari Tsauban).


Dengan tetap mengharap hidayah Allah dan syafaat Rasulullah SAW, insya Allah dengan niat tulus ikhlas karena Allah, seluruh kegiatan dan aktivitas kita tiap detik, tiap menit, dan tiap jam; baik sebagai petani, pegawai, karyawan, dan sebagai orang tua, anak, suami, istri, tetangga, teman, tercatat sebagai amal ibadah yang dapat dijadikan bekal kita untuk menghadapi kehidupan hakiki di akhirat kelak.insya Allah…

Wallahu ‘alam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar