Selasa, 07 Desember 2010

Di balik Makna Suci dari Tanah Suci


Kesatuan antar sesama Muslim, baru terasa ketika para hujjaj berkumpul di Padang Arafah. Semua Bangsa dari penjuru bumi berpadu menjadi satu. Semua atribut duniawi mereka tinggalkan. Sementara pakaian putih yang menyelimuti lautan manusia. Padang Arafah seakan-akan miniatur Mahsyar, tempat manusia di kumpulkan setelah dibangkitkan kembali di akhirat.

Mereka harus meniatkan bahwa kedatangan mereka ke Arafah memang benar-benar untuk menemui dan memohon kepada-Nya. Sehingga Allah pun akan menyambut mereka dengan segala suka cita dan memberi tahu para malaiikat di langit.

Dalam sebuah hadits Qudsi-Nya Allah berfirman,
    ”Lihatlah kepada hamba-hamba-Ku di Arafah yang lesu dan berdebu. Mereka datang kesini dari seluruh penjuru dunia. Mereka datang untuk memohon rahmat-Ku sekalipun tidak melihat-Ku. Mereka meminta perlindungan dari adzab-Ku, sekalipun tidak melihat-Ku.” (Ath-Thabari/ Al Qira lil Qashdi/ 407-Haji dan Umrah).

Kata Arafah sendiri berassal dari kata arafa yang berarti pengenalan. Artinya kita di tuntut untuk mengenal Allah. Makrifat kepada-Nya.  Kita di tuntut untuk menjadi orang arif, orang yang kenal dan sadar kepada Allah. Sadar tugas dan kewajibanya sebagai warga Negara, sebagai anggota keluarga, dan sebagai diri sendiri.

Wukuf di Arafah menunjukkan bahwa amaliah haji bukanlah sekedar rutinitas biasa yang hampa makna. Tapi sebaliknya, ia sarat pesan-pesan berharga untuk mengarungi tantangan kehidupan duniawi dan mempersiapkan diri menyongsong kehidupan akhirat. Pesan-pesan ini tercermin antara lain pada ibadah sa’i dan juga thawaf.

SA’I

Sa’i atau lari-lari kecil sebanyak tujuh kali antara Shafa dan Marwah memiliki Makna, bahwa kita tidak boleh putus asa. Kita juga tegar menghadapi seberapapun beratnya tantangan hidup.

Sebagaimana kita ketahui, bahwa ibadah sa’i adalah mangabadikan semangat juang seorang perempuan beranama Siti Hajar. Meski suaminya Ibrahim menempatkanya di dekat Baitullah yang gersang, ia tidak putus harapan. Ketika sang bayi, Ismail menjerit kehausan, dengan gigihnya ia berlari bolak-balik antara bukit Shafa dan Marwah mencari sumber air.

Sepintas langkah memang tak masuk akal. Karena, mana mungkin di adang pasir yang tandus ada sumber mata air. Tapi Siti Hajar yakin, bahwa kedatanganya ke Makkah bukan atas kehendaknya sendiri. Tapi atas dan untuk memenuhi undangan Allah. Maka ia yakin, Allah tidak akan menelantarkanya. Dan sumur Zam-zam yang abadi adalah jawaban atas keyakinanya.

Kata sa’i sendiri memiliki makna; usaha manusia untuk menghadapi berbagai tantangan dan rintangan hidup dengan penuh kesabaran. Inilah arti yang digambarkan dengan menuruni bukit Shafa dan Marwah. Bahwa kadang-kadang kehidupan kita ada di puncak kesuksesan. Kadang juga nyungsep kebawah.

THAWAF

Secara syareat, thawaf adalah mengelilingi Ka’bah sebanyak tujuh kali putaran, yang dimulai dan di akhiri di hajar Aswad, berlawanan dengan arah jarum jam. Ini mengandung ibarah dan pelajaran. Bahwa kita harus selalu memutar balik rekaman kehiduapan kita yang telah kita lalui untuk intropeksi atas segala dosa-dosa dan kesalahan kita. Kita berasal dari Allah, yang dilahirkan dalam keadaan suci (fitrah), maka ketika kita kembali kepada-Nya, haruslah keadaan suci pula. Allah adalah Dzat Yang Maha Suci, Ia hanya bisa di ‘dekati, dicapai, ditembus’ oleh orang-orang  yang juga suci (hatinya). Karenanya, mengingat dosa dengan tujuan untuk mensucikanya adalah sesuatu yang wajib hukumnya.

Thawaf dengan perputaran tujuh keliling juga bisa di artikan sama dengan jumlah hari yang beredar mengelilingi kita setiap minggu. Artinya, dalam setiap perputaran waktu dan peristiwa, kita harus senantiasa menghadap, dekat, dan memusatkan segala aktifitas kita kepada Allah. Shalat kita untuk dan karena perintah Allah, puasa kita karena Allah, zakat kita karena Allah, haji kita karena Allah. Dan segala gerak-gerik lahir dan batin yang tidak dilarang Allah, harus di pusatkan untuk dan atas perintah Allah (lillah). Kita juga harus menyadari, bahwa seluruh gerak kita, ada aktor penggerak di belakangnya, yaitu Allah (billah). Allah-lah pusat kehidupan. Dan setiap kita, harus selalu berputar pada poros hidayah-Nya. Ibarat planet. Jika ia keluar dari porosnya, pasti ia akan berakhir dengan kehancuran. Begitu juga kita kepada Allah.

Tak hanya wukuf, sa’i dan thawaf yang mengandung pesan-pesan berharga. Tapi seluruh kegiatan ibadah haji memiliki makna hidup yang sangat tinggi. Baik kehidupan yang telah lalu, bagi kehidupan sekarang, maupun yang akan datang.

Bagi kita yang belum mampu memenuhi panggilan Allah, kita bisa membuat miniaturnya di tempat kita masing-masing. Artinya, jika hati kita mampu senantiasa sadar, berputar (mubeng-mubeng- jawa) hanya kepada Allah, itulah hakikat thawaf. Bila kita istiqomah, sungguh-sungguh berjuang, kerja keras, sabar, tawakkal, tidak mudah putus asa, itulah makna lain dari kata sa’i. Makna thawaf dan sa’i dari sudut pandang yang berbeda. Bagi kita yang belum mampu memenuhi panggilan Allah menunaikan haji. Bagi kita yang merindukan hari-harinya penuh ibadah dan sadar kepada Allah. Allahu a’lam


    Selamat datang kembali para jamaah haji Indonesia ke tanah air.
    semoga ibadah hajinya diterima Allah SWT.
    Semoga dengan manyandang nama besar Haji dapat lebih mendekatkan diri kepada Allah SWT dan dapat memperbaiki sikap dan prilaku ke arah yang lebih baik yang nantinya dapat membawa derajat Indonesia ke tingkat yang lebih baik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar