Selasa, 07 Desember 2010

RASULULLAH SAW Sang Pemberi Fatwa

Allah SWT berfirman:
    ”Dan mereka minta fatwa kepadamu tentang para wanita. Katakanlah: ‘Allah memberi fatwa kepadamu tentang mereka.” (QS. An Nisa: 127).

Firman Allah SWT tersebut menjadi bukti bahwa Allah SWT senantiasa membimbing Nabi Muhammad SAW dalam ilmu fatwa. Sehingga beliau mampu menjawab dengan tepat semua pertanyaan dan permasalahan yang dihadapi umatnya sesuai dengan kondisi penanya. Termasuk kemanfaatan fatwa tersebut bagi kehidupan dunia dan akhirat penanya. Seolah-olah Rasulullah SAW telah membaca kehidupan si penanya  sebelum datang minta fatwa. Hal itu tiada lain berkat cahaya kenabian, barokah wahyu serta taufik dan hidayah Allah SWT yang senantiasa mengiringi dalam setiap gerak dan langkah Rasulullah SAW.

Suatu hari seorang wanita tua renta datang menjumpai Nabi SAW. Dia bertanya tentang amalan yang tepat buat dirinya yang lemah, bodoh dan berusia sangat lanjut.
Nabi SAW bersabda,
    ”Hendaknya lisanmu tetap basah karena berdzikir kepada Allah.” (HR. Imam Ahmad dan Ibnu Majah).

Sungguh suatu fatwa yang sangat tepat, praktis dan mudah dilaksanakan serta disampaikan dengan gaya bahasa yang indah lagi ringkas. Si nenek renta itupun  pulang dengan langkah puas untuk mengisi bekal menyongsong kehidupan keabadian.

Di lain hari, Ghailan Ats Tsaqafi seorang lelaki dengan tubuh kuat dan besar datang menjumpai Nabi SAW. Pria perkasa tersebut bertanya tentang amal yang dapat mendekatkan diri kepada Allah SWT. Rasulullah SAW menjawab dengan tegas, ”Berjihadlah kamu di jalan Allah!”.

Lain lagi nasehat  Rasul SAW yang diberikan kepada Abu Dzar Al Ghifari RA, salah seorang sahabat yang berwatak emosional lagi keras. ”Jangan marah.. jangan marah.. jangan marah!” (HR. Bukhari melalui Abu Hurairah). Itulah obat paling sesuai yang diperoleh Abu Dzar RA dari apotik kenabian.

Masih tentang Abu Dzar RA, Nabi SAW mengetahui kelemahan Abu Dzar RA serta minimnya daya tahan yang dimiliki sahabatnya dari suku Ghifar ini. Karenanya, Nabi SAW melarang Abu Dzar RA mendekati kekuasaan yang justru bisa menjerumuskannya pada kehinaan. Abu Dzar RA di mata Nabi SAW adalah salah satu sahabat yang berakhlak mulia dan berkarakter, tapi dia tidak berbakat dalam urusan pemerintahan. Karana kasih sayang Rasul SAW dan menjaga kemuliaan Abu Dzar RA, beliau menyuruh Abu Dzar RA agar tidak terlibat dalam urusan kekuasaan.

Suatu hari Muadz bin Jabal RA salah satu dai Nabi SAW ini mendapat tugas berdakwah di Yaman. Sebelum berangkat, Muadz RA di ingatkan oleh Nabi SAW,
    ”Sesungguhnya engkau akan mendatangi banyak kaum dari kalangan ahli kitab.” (HR. Bukhari dan Muslim melalui Ibnu Abbas RA).

Peringatan Nabi SAW tersebut mengandung maksud agar Muadz RA mengenal kadar pengetahuan obyek dakwah yang akan di datanginya, mengetahui kondisi mereka sehingga dakwahnya tepat sasaran.

Kepada Muadz RA, Nabi SAW juga berpesan tentang hak Allah atas hamba-Nya dan hak hamba atas Allah. Pesan besar ini disampaikan pada dainya yang cerdas, tentu dengan maksud agar Muadz RA menyampaikanya kepada umat. Sejarah mencatat, sepanjang hidupnya sang dai ini senantiasa berada dalam kondisi lirrasul-birrasul.

Sahabat lain bernma Husain bin Ubaid RA datang menjumpai Nabi SAW. Lalu Nabi SAW bertanya kepadanya,
    ”Berapa tuhankah  yang engkau sembah?” Husain RA menjawab, ”Ada tujuh: satu yang ada dilangit dan yang enam ada di bumi.” Nabi SAW kembali bertanya, ”Siapa yang kau sembah saat suka dan dukamu?” Husain RA menjawab, ”Tuhan yang ada di langit”.Nabi SAW kemudian bersabda, ”Tinggalkanlah semua yang ada di bumi dan sembah sajalah Tuhan yang ada di langit.” Nabi SAW lalu melanjutkan sabdanya, ”Katakanlah: Yaa Allah, berilah aku ilham agar beroleh petunjuk buat kebenaranku dan lindungilah aku dari kejahatan hawa nafsuku.” (HR. Turmudzi).

Doa tersebut sesuai dengan kondisi Husain bin Ubaid RA yang berada dalam kebimbangan akan ke Esaan Tuhan. Oleh karena itu sangat tepat bila doa pemberian Nabi SAW dipanjatkan sebagai bentuk permohonan perlindungan agar dijauhkan dari segala bencana yang timbul akibat ulahnya.

Imam Ali KW sang menantu tak luput dari pemberian nasehat Nabi SAW. Kepada Sang pintu ilmu ini, Rasul SAW berwasiat agar Imam Ali KW berdoa,
    ”Yaa Allah, berilah aku petunuk dan bimbinglah daku kearah yang lurus.” (HR. Muslim).

Bimbingan Rasul SAW kepada Imam Ali bin Abi Thalib KW ini sangat sesuai dengan kondisi Sang Imam di masa-masa mendatang setelah Rasulullah SAW wafat. Di zamanya, Imam Ali KW menghadapi kondisi dunia Islam yang carut-marut, fitnah tersebar dimana-mana dan berbagai tantangan lain yang di hadapi Imam Ali KW, baik secara pribadi maupun urusan kenegaraan. Sangat tepat kiranya tuntunan doa Rasulullah SAW, agar Imam Ali KW senantiasa memohon hidayah dalam nuansa kegelapan yang sedang melanda dunia Islam kala itu.

Yaa Syaafi’al Kholqish Sholaatu Wassalaam
    ‘Alaikanuu Rolkholqi Haa Diyal Anaam
Wa Ashlahu wa Ruuhahu Adriknii
    Faqodz Dholamtu Abadaw Warobbinii
Wa Laisa Lii Yaa Sayyidi Siwaakaa
    Fain Tarudda Kuntu Syakh Shonhaalikaa

Tidak ada komentar:

Posting Komentar