Subuh terakhir itu, Rasulullah SAW tampil dihadapan para sahabatnya dengan roman muka berseri-seri. Para sahabat gembira bukan main dan menyangka kesehatan Rasulullah SAW berangsur pulih. Usamah bin Zaid panglima perang muda beliau datang menghadap Nabi meminta izin memberangkatkan pasukanya ke Syam. Demikian halnya Abu Bakar meminta izin untuk mendatangi Binti Kharija salah satu istrinya yang tinggal di luar kota Madinah. Nabi pun mengizinkan. Setelah itu para sahabat berpencar untuk melaksanakan aktivitasnya masing-masing termasuk Umar dan Ali.
Nabi kembali ke rumah Aisyah dengan perasaan bahagia melihat sahabatnya bersuka cita meski sesungguhnya Nabi merasakan badanya sangat lemah.
Di saat Nabi berbaring ditemani Fathimah putri tercintanya, Allah SWT memberi perintah kepada Malaikat Maut:
- ”Turunlah kepada kekasihKu dengan rupa yang sebagus-bagusnya dan bersikap lemah lembutlah kepadanya dalam menggenggam rohnya. Apabila ia telah memberimu izin, masuklah ke rumahnya. Tetapi bila tidak mengizinkan, jangan masuk kembali sajalah”!
Malaikat Izrail turun ke dunia dengan roman muka seorang Arab. Berdiri di depan pintu rumah Nabi dan mengucapkan salam. ”Assalamu’alaikum, wahai para keluarga rumah tangga Nabi dan sumber kerasulan! Apakah saya diizinkan masuk?” Fathimah menjawab, ”Hai hamba Allah, sesungguhnya Rasul Allah sedang sibuk dengan dirinya!” Malaikat Maut mengulang salamnya untuk ke dua kalinya; ”Assalamu’alaikum ya Rasul Allah dan wahai keluarga rumah tangga kenabian, apakah saya diperbolehkan masuk?” Nabi SAW mendengar suara itu dan bertanya, ”Fathimah, siapa gerangan yang berada di depan pintu?” “Seorang lelaki Arab memanggil ayah, telah kukatakan padanya, bahwa Rasulullah repot dengan dirinya sendiri. Tetapi ia memandangku sehingga berdiri bulu romaku, aku merasa takut dan lemah lunglai seluruh persendianku” jawab Fathimah.
”Tahukah engkau siapa sebenarnya orang itu ya Fathimah?” Tanya Nabi.
”Tidak tahu ayah”, sahut Fathimah.
”Dialah pemusnah segala kelezatan hidup, pemutus segala kesenangan, pencerai berai persatuan, perubuh rumah tangga dan penambah ramainya penghuni kubur”. jawab Nabi.
Mendengar jawaban Rasul SAW, Fathimah menangis sejadi-jadinya sembari meratap, ”Wahai, akan meninggalnya kiranya penutup Nabi. Wahai bencana, akan berpulang kiranya orang takwa terbaik dan akan lenyaplah Pemimpin dari segala tokoh suci. Duhai celaka, pasti terputuslah wahyu dari langit. Akan terhalanglah aku dari mendengar kata-kata ayah mulai hari ini, dan aku tidak pernah lagi mendengarkan salam ayah sejak hari ini.”
”Ya Fathimah, engkaulah keluargaku yang pertama kali berhubungan dengan aku”. Fathimah dan terhibur dan tersenyum mendengar kata-kata Nabi SAW. Kemudian beliau berkata kepada Malaikat Izrail yang sedang menunggu diluar, ”Silahkan masuk hai Malaikat Maut !” Malaikat Maut masuk sembari mengucapkan salam sejahtera untuk Nabi. Nabi membalasanya lalu bertanya, ”Apakah kedatanganmu untuk mengunjungiku ataukah untuk mencabut nyawa?”
“Aku datang untuk kedua-duanya, mengunjungimu dan bertugas mencabut nyawa. Itupun jika engkau mengizinkan. Jika tidak saya akan kembali”. Sahut Malaikat Maut.
”Wahai Malaikat Maut, dimana Jibril?” Tanya Rasul SAW.
”Saya tinggalkan dia dilangit dunia dan para Malaikat senantiasa memuliakanya”. jawab Malaikat Maut. Tak berapa lama datanglah Jibril dan duduk dekat kepala Rasul SAW.
”Apakah engkau tidak tahu, bahwa perintah Allah telah dekat?” Tanya Rasul pada Jibril.
”Benar, ya Rasul Allah”. sahut Jibril.
”Gembirakanlah saya! Kehormatan apa yang akan saya peroleh disisi Allah?”
“sesungguhnya saat ini pintu-pintu langit telah dibuka. Para Malaikat telah siap berbaris menunggu kedatangan rohmu di langit. Demikian halnya pintu-pintu surga telah dibuka serta para bidadari telah berhias untuk menyongsong kedatangan rohmu”. tutur Jibril.
”Alhamdulillah”, jawab Rasulullah SAW.
Kemudian Rasul kembali berkata, ”Ya Jibril! Gembirakanlah aku, dengan keadaan umatku nanti di hari kiamat!”
“Kuberi engkau kabar gembira, bahwa Allah SWT telah berkata:
- ”Sesungguhnya Aku (Allah) telah mengharamkan surga bagi semua Nabi-nabi sebelum engkau memasukinya terlebih dahulu, dan Allah juga mengharamkan surga kepada sekalian umat manusia sebelum umatmu memasukinya terlebih dahulu.” jawab Jibril.
“Sekarang senanglah hatiku dan hilanglah rasa gundahku”. Selanjutnya Nabi menghadapkan wajah ke Malaikat Maut. ”Wahai Malaikat Maut, sekarang mendekatlah kepadaku!” Malaikat Maut mendekat dan mengadakan pemeriksaan untuk menggenggam roh Nabi SAW. Tatkala roh itu sampai di pusat, Nabi berkata kepada Malaikat Jibril: Alangkah beratnya penderitaan maut itu!” Jibril tak sampai hati melihat keadaan Nabi sehingga ia memalingkan wajahnya sejenak dari memandang Rasul SAW.
”Apakah engkau tidak suka melihat wajahku, Ya Jibril,” Tanya Nabi SAW.
”Wahai kekasih Allah, siapakah gerangan yang sampai hati melihat wajahmu, sedangkan engkau berada dalam situasi kritis sekarat maut.?” jawab Jibril.
Anas bin Malik pembantu setia Nabi berkata;
- ”Adalah roh Nabi SAW sampai didadanya dan beliau waktu itu masih dapat berkata: “Aku berpesan kepada kamu semua tentang shalat dan tentang hamba sahaya yang berada di bawah tanggung jawab kamu”.
Dan pada penghujung nafasnya yang terakhir beliau menggerakkan kedua bibirnya dua kali dan akupun mendekatkan telingaku baik-baik, maka aku masih sempat mendengar beliau berkata dengan pelang-pelan: ”UMMATI! UMMATI! maka dijemputlah roh suci beliau di usia yang ke-63 tahun dalam keadaan wajah berseri-seri dan bibir manis yang bagaikan hendak tersenyum pada hari senin 12 Rabiul Awwal, yakni kala matahari telah tergelincir di tengah hari pada tahun ke-11 Hijriah, bersesuaian dengan tanggal 3 juni tahun 632 Masehi. innalillahi wa inna iaihi raji’un
PEMAKAMAN RASULULLAH SAW
Hari itu, berita kematian Rasulullah SAW yang dipancarkan dari rumah ummul Mukminin Siti Aisyah RA sangat mengejutkan. Kaum Muslimin gempar. Betapa tidak, subuh di hari itu, Rasul masih bersama mereka di masjid dalam keadaan sehat dan ceria. Rasul masih berfatwa dan melantunkan doa-doa.
Duka mendalam merasuki dada setiap kaum muslimin. Mereka menangis pilu bukan semata karena telah kehilangan Nabi dan pemimpin tercinta, melainkan juga menangisi berita langit yang tak kan turun lagi. Karena si pembawa berita telah pergi.
Diriwayatkan, pada saat itu kaum muslimin bagai anak ayam kehilangan induknya. Mereka panik, tidak tahu apa yang mesti diperbuat. Bahkan ada yang tidak menerima kenyataan takdir jika Rasulullah SAW telah wafat.
Umar bin Khaththab RA sama sekali tidak mempercayai jika Rasul SAW telah wafat. Meski dia telah melihat sendiri jasad Rasulullah SAW sudah tidak bergerak lagi, tapi Umar RA menganggap Rasul SAW hanya pingsan. Jadi nanti akan siuman kembali. Dia malah marah kepada orang-orang yang mengingatkan pada kenyataan yang terjadi. Sambil menghunus pedangnya dia berteriak dihadapan orang banyak; ”Siapa yang berani mengatakan bahwa Muhammad SAW telah mati, akan saya pukul dengan pedang ini”
Selanjutnya ia berkata, ”Aku tidak mau mendengar seorang berkata, Muhammad telah wafat. Dia menjadi Rasul, menerima wahyu seperti Musa bin Imran yang tahanuts menyendiri dari kaumnya selama empat puluh hari. Kemudian ia kembali setelah di kabarkan mati. Demi Allah, Rasulullah SAW akan kembali pula sebagaimana halnya Musa kembali.”
Orang-orang mengerumuni Umar RA. Mereka berharap yang dikatakan Umar RA benar adanya. Rasul hanya pergi untuk sementara waktu dan akan kembali ke tengah-tengah mereka. Akan tetapi disana-sini kaum wanita memukul-mukul muka sendiri sebagai tanda, bahwa Rasul SAW telah wafat. Sungguhpun demikian, Umar RA tetap saja meyakinkan kaum muslimin bahwa Nabi SAW tidak wafat. Kaum muslimin semakin sedih dan bingung. Mana yang mesti dipercaya.
Saat kaum muslimin dalam kondisi-kebingungan, Abu Bakar RA datang dengan tergesa-gesa dan langsung menuju ketempat Raslulullah SAW disemayamkan. Dilihatnya Rasul SAW terbaring diatas tempat tidurnya. Lantas dia membuka kain yang menutupi wajah Nabi SAW. Mencium wajah mulia itu sambil menangis tersedu-sedu. Ia pun berkata, “Demi ayah bundaku, alangkah indahnya hidupmu dan alangkah indahnya matimu! Demi Allah, sekali-kali tidak akan terkumpul dua kematian atas dirimu. Adapun mati yang telah ditentukan Tuhan bagimu, telah engkau temui. Dan setelah itu takkan ada lagi kematian yang datang kepadamu buat selama-lamanya.”
Abu Bakar RA lalu keluar menemui orang-orang yang sedangmengerumuni Umar RA yang terus meyakinkan orang-orang bahwa Rasul SAW tidak mati.
”Umar sabar dan duduklah!” Umar RA tidak mau duduk sehingga Abu Bakar RA mengulangi perintahnya dua hingga tiga kali. Karena Umar RA tidak juga duduk, akhirnya Abu Bakar RA angkat bicara. Setelah mengawalinya dengan puja-puji sanjungan kehadirat Allah SWT, ia berkata antara lain, ”Wahai manusia! Barangsiapa yang menyembah Muhammad, maka Muhammad telah mati. Tetapi barangsiapa yang menyembah Allah, maka sesungguhnya Allah hidup, tidak akan mati-mati untuk selamanya.” Kemudian dia menyitir firman Allah dalam surat Ali Imran ayat 144 yang artinya:
- ”Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang Rasul, Sungguh, telah berlalu sebelumnya beberapa orang Rasul. Apakah jika dia wafat atau dibunuh kamu berbalik kebelakang (murtad)? Barangsiapa yang balik kebelakang, maka ia tidak dapat mendatangkan mudharat kepada Allah sedikitpun, dan Allah akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur.”
Begitu Abu Bakar RA usai membaca ayat tersebut, orang-orang tersadar dan yakin bahwa Nabi SAW telah wafat.
Sementara Umar RA sendiri langsung lemas lunglai seakan tubuhnya tak bertulang hingga tersungkur ke tanah. ”Sekarang aku yakin bahwa Nabi SAW telah meninggal.” Ucapnya.
Setelah itu kaum muslimin saling bertemu dan saling menyampaikan belasungkawa atas meninggalnya Rasulullah SAW.
Kemudian Ali bin Abi Thalib RA, Fadhal bin Abbas dan Usamah bin Zaid RA memandikan Rasulullah SAW tanpa membuka baju yang melekat ditubuh Rasulullah SAW. Saat memandikan NAbi SAW, mereka mencium bau harum semerbak dari tubuh Nabi SAW yang suci. Sehingga Ali RA berkata, ”Demi bapak dan ibuku, alangkah harumnya engkau diwaktu hidup dan mati.” meski tubuh Rasul SAW sudah wangi, tapi Ali tetap melaksanakan wasiat Nabi SAW untuk melumuri tubuh Nabi SAW dengan misk di waktu wafatnya.
Usai dimandikan dan dikafani dengan 3 lapis kain putih, Rasul SAW dibaringkan di atas ranjang. Lalu kaum muslimin dipersilahkan masuk secara bertahap untuk menshalati Nabi SAW setelah terlebih dahulu dari kalangan ahli bait yang menshalatinya. Mereka shalat, menyampaikan shalawat lalu keluar sembari membawa perasaan duka yang mendalam. Awan kelabu, benar-benar memayungi kalbu kaum muslimin ketika itu.
Abu bakar RA dan Umar RA kemudian juga masuk, untuk memberikan penghormatan terakhir kepada beliau Rasul SAW. Setelah shalat jenazah dengan kaum muslimin, Abu Bakar RA dan Umar RA berkata, ”Salam bagimu ya Rasulullah, beserta rahmat dan berkah Tuhan. Kami bersaksi, bahwa Nabi dan Rasulullah SAW telah menyampaikan risalah Tuhan, telah berjuang di jalan Allah sampai Allah memberikan pertolongan untuk kemenangan agama. Ia telah menunaikan janjinya, dan menyuruh orang menyembah hanya kepada Allah, tiada sekutu bagi-Nya.” dengan penuh sayahdu dan khusyu’, kaum muslimin mengucapkan ”Amin”.
Usai menshalati Nabi SAW, mereka berdiskusi tentang tempat pemakaman beliau. Abu Bakar RA berkata, ”Kuburkan beliau di tempat beliau meninggal. Karena aku mendengar Rasul bersabda, “Tak ada seorang pun Nabi yang mati kecuali ia dimakamkan di tempat ia meninggal.”
Di waktu senja, setelah semua kaum muslimin memberikan penghormatan terakhirnya, akhirnya ranjnag itu di angkat dan beliau dimakamkan di bawahnya. Upacara pemakaman terjadi pada malam Rabu 14 Rabiul Awal, dua hari setelah Rasul SAW berpulang ke rahmatullah. Allahumma shalli ‘ala Muhammad
Tidak ada komentar:
Posting Komentar